Pertumbuhan teknologi Indonesia berdasarkan data topics world bank menunjukkan, 88 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet aktif. Transformasi digital gencar dilakukan perusahaan, tak terkecuali sektor perbankan. Di sisi lain, masih ada perusahaan perbankan yang percaya akan kekuatan offline, seperti Standard Chartered Bank (SCB). Apa yang membuat SCB tidak melakukan digitalisasi secara total dan apa alasan di balik keyakinan mereka akan kekuatan offline?
Transformasi digital memang dapat memberikan berbagai kemudahan bagi nasabah, hal ini diakui oleh Chief Excecutive Officer Standard Chartered Bank Indonesia Rino Donosepoetro saat ditemui di Jakarta, Rabu (19/07/2017). Menurutnya, inovasi digital yang tepat dapat memberikan kemudahan bagi seluruh pemangku kepentingan SCB. Namun, hal ini perlu diimbangi dengan dukungan factor manusia.
“Faktor ‘manusia’ pada dasarnya mendukung layanan digital. Di era digital seperti saat ini, teknologi adalah sebuah alat, namun manusia menjadi hal yang jauh lebih penting yang berada di belakangnya,” terang Head of Digital Banking Standard Chartered Bank Indonesia Andrey Mongi.
Peran manusia dalam era digital menurut Andrey merupakan hal yang sangat kursial, terutama dalam bidang perbankan. Faktor manusia pada sektor ini berguna untuk memastikan nasabah mendapatkan pengalaman terbaik dari kombinasi in person dan online banking.
Meski masih percaya terhadap kekuatan offline, SCB tetap melakukan berbagai inovasi digital. Layanan Straight2Bank Wallet, Touch ID Login pada layanan mobile banking SC Mobile, dan aplikasi The Good Life adalah beberapa inovasi yang diluncurkan SCB.
Inovasi digital yang dilakukan SCB juga berasil meraih beberapa penghargaan, diantaranya Indonesia Digital Innovation Award 2017 for Financial Industry untuk kategori Bank Asing.
“Kami berupaya mengawinkan kekuatan online dan offline karena kami percaya dengan melakukan kombinasi in person dan online, SCB akan semakin kuat untuk berkompetisi dibandingkan dengan mengandalkan satu kanal tertentu,” tutur Andrey.
Editor: Sigit Kurniawan