Festival Kuliner Kian Digemari

marketeers article
Food and drinks on dining table in front of excited hungry young man

Festival kuliner sudah menjadi tren saat ini. Di berbagai kota, ajang ini sudah dijadwalkan saban tahun dari jauh-jauh hari. Event ini pun hampir tak pernah sepi pengunjung. Hal ini disebabkan lantaran promosi gencar di media-media sosial maupun produk-produk makanan dan minuman yang memang diburu oleh para maniak kuliner.

Banyak pelaku bisnis makanan minuman menganggap festival sebagai media efektif dalam memasarkan merek dan produk-produknya. Lewat festival ini, pelaku usaha bisa menjangkau konsumen lebih luas.

“Mereka yang bergabung dengan kami sebagai tenant sangat beragam. Ada yang baru memulai bisnisnya sehingga ingin melihat dan menjaring pasar lebih luas lagi. Ada pula yang memang sudah cukup lama berbisnis tetapi ingin melihat potensi-potensi baru,” ujar David Wayne Ika, CEO Endeus TV, penyelenggara Endeus Festival.

Untuk terlibat dalam festival ini, tenant harus melalui proses kurasi yang beragam. Festival ini bisa diikuti oleh publik, baik yang sudah memiliki restoran fisik maupun tidak. Untuk yang belum memiliki restoran fisik, minimal sudah dikenal di media sosial, seperti Instagram.

Festival kuliner biasanya dipadukan dengan aktivasi lain untuk memberi pengalaman lebih bagi pengunjung. Misalnya, dipadukan dengan konser musik, live cooking, kelas memasak, kuis, dan sebagainya.

“Misi kami adalah menjadi konektor bagi para stakeholder dunia kuliner. Baik para produsen makanan, bumbu masak, komunitas pencinta kuliner, hingga produsen alat-alat masak. Mereka semua dilibatkan dalam satu aktivasi, mulai mulai dari live cooking demo, food tasting, hingga hands-on experience,” jelas David.

Di balik itu semua, bagi David, festival kuliner pada dasarnya adalah ajang sekaligus kanal pemasaran baru bagi para pelaku UKM. Festival biasanya digelar dengan menggandeng pemerintah setempat. Di sini, pelaku UKM bisa bertemu langsung dengan para foodie atau konsumennya.

Salah satu merek yang gencar menggelar festival kuliner dari pelaku UKM adalah GoJek. Sejak pertama kali digelar di Jakarta pada Januari 2018, GoFood festival ini sudah hadir di lebih 30 lokasi yang tersebar di Indonesia. Tercatat hampir 1.000 mitra merchant UKM bergabung.

“Kami percaya bahwa dengan teknologi, mitra merchant GoFood mampu ikut memajukan kuliner tanah air sekaligus berkontribusi pada perekonomian lokal dan nasional. Kami terus menghadirkan inisiatif dan inovasi untuk memudahkan usaha, termasuk dalam pemasaran di GoFood Festival,” ujar Rosel Lavina, VP Corporate Affairs for Food.

Menurut salah satu mitra merchant GoFood Festival Gelora Bung Karno (GBK) Anggit Budi Setiawan, bisnis Bakaro Grill Express miliknya sangat merasakan keuntungan dari keikutsertaannya di festival ini. Produk kulinernya semakin dikenal oleh konsumen lebih luas. Bisnisnya pun mengalami kenaikan transaksi hingga 3,7 kali lipat.

Pemain lain yang meraup untung dari festival kuliner adalah Roastafari yang menjajakan kuliner daging asap. Roastafari dalam setahun rata-rata mengikuti tiga sampai empat festival atau bazar kuliner. Usai mengikuti festival, banyak orang tertarik untuk menjadi reseller produknya.

“Selain itu, kami juga mendapat promosi gratis dari pengunjung festival. Mereka biasanya mengunggah foto atau pengalaman mereka makan di media sosial. Produk dan merek kami pun ikut viral,” ungkap Hastria, Finance Business Partner Roastafari.

Meski mendapat promosi, para peserta festival juga harus siap rugi. Maklum, tidak ada makan siang gratis. Untuk bisa ikut sebuah festival, merek harus merogoh kocek lebih dalam. Investasinya beragam, mulai dari Rp 5 juta per hari untuk festival yang digelar di mal hingga Rp 15 juta untuk dua hari di ajang konser musik.

Agar tidak kontraproduktif, pelaku UKM harus memperhatikan beberapa hal sebelum ikut sebuah festival. Pertama, perlu memerhatikan siapa penyelenggara acara. Kedua, mengetahui siapa saja tenant yang akan telibat. Apakah mereka memiliki target penjualan yang sama. Pasalnya, jika terlalu jauh berbeda, produk Anda bisa saja dinilai terlalu mahal sehingga bisa tidak laku. Ketiga, tema festival yang mereka usung.

Related