Momen perayaan ataupun hari besar lainnya biasanya dijadikan oleh brand sebagai momen untuk menarik hati audiens. Upaya ini berkaitan dengan strategi festive marketing.
Seperti diketahui, saat perayaan seperti Hari Raya Idulfitri, Natal, atau Tahun Baru sekalipun biasanya para brand akan memberikan ucapannya. Bukan hanya sekadar kalimat ucapan, hal ini biasanya dilengkapi dengan berbagai desain poster yang menarik.
Terkait hal tersebut, Ignatius Untung, Praktisi Marketing & Behavioral Science memberikan penjelasannya. Ia mengatakan festive marketing yang dilakukan oleh brand, setidaknya harus mampu mencuri perhatian audiens, sehingga bisa diingat oleh mereka.
“Festive marketing ini setidaknya bisa mencuri perhatian orang, lalu bisa ingat brandnya, dan kalau bisa bikin orang share,” kata Untung dalam video program Market Think di kanal YouTube Marketeers TV.
BACA JUGA Fandom Marketing, Kunci Sukses Korean Wave yang Tak Lekang Waktu
Untuk memaksimalkan hasil dari strategi ini, pastikan untuk menyadari bahwa tujuan dari festive marketing dalam membangun relevansi.
“Goal ketika melakukan strategi ini adalah untuk membangun relevansi. Relevansi terbangun ketika brand menunjukkan simpati ke konsumen,” ujar Untung.
Ia menambahkan melalui strategi festive marketing ini brand dapat membangun relevansi, kedekatan, hubungan, dan menunjukkan merek menghargai konsumen. Di samping itu, penting bagi brand untuk menunjukkan cara simpati yang tepat pada konsumen.
“Konsumen tentu bisa melihat ketulusan suatu brand. Kembali lagi, manusia punya kemampuan untuk merasa ketika tidak ada yang pas tanpa bisa mengucapkan atau biasa juga dikenal dengan firasat,” ujar Untung.
BACA JUGA Belajar Marketing ‘Roasting’ dari Entertainment Company Bernama Karen’s Diner
Artinya, marketer diharuskan untuk memiliki kemampuan menunjukkan authentic sympathy dalam penerapan festive marketing. Hal lainnya yang tak kalah penting untuk diperhatikan oleh sebuah brand adalah keunikan yang dimilikinya agar konsumen ingat.
Keunikan ini diambil dari brand asset yang dimiliki, bisa berupa warna, musik, maskot, atau topik dan isu yang sering dibahas oleh brand.
Kemudian, perhatikan juga pesan yang disampaikan. Pastikan komunikasi yang disampaikan relevan dengan audiens.
Dengan kombinasi tersebut, sebuah brand tentu saja akan mudah untuk diingat, tanpa mengurangi rasa simpati pada konsumen.
“Bukan tentang hard sell atau soft sell. Festive marketing tentang bagaimana sebuah brand dapat diingat oleh audiensnya, relevan, dan tetap dapet otentikasi simpati yang ingin disampaikan,” tutur Untung.
Editor: Ranto Rajagukguk