Fidusia adalah sistem perlindungan hak atas properti yang digunakan sebagai jaminan dalam transaksi keuangan. Fidusia diterapkan dengan cara mengalihkan hak atas suatu properti kepada seorang kreditur (pemberi pinjaman) sebagai jaminan pembayaran utang.
Dalam sistem ini, kreditur yang menerima hak atas properti disebut sebagai “fiduciary” atau “penunggu hak”. Fidusia dapat diterapkan pada berbagai jenis properti, termasuk tanah, bangunan, kendaraan, dan peralatan.
Dalam praktiknya, sistem fidusia sering digunakan di transaksi keuangan, seperti pembiayaan kendaraan, pembiayaan, dan pembiayaan peralatan. Di Indonesia, sistem fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
Undang-Undang ini mengatur tentang pendaftaran hak atas properti yang digunakan sebagai jaminan, serta hak dan kewajiban kreditur dan debitur dalam transaksi fidusia. Dalam praktiknya, kreditur dapat menjual properti yang digunakan sebagai jaminan jika debitur tidak dapat membayar utangnya.
Namun, kreditur harus memberitahukan kepada debitur tentang rencana penjualan tersebut dan memberikan kesempatan kepada debitur untuk membayar utangnya sebelum properti tersebut dijual.
Apa yang dimaksud dengan fidusia?
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 pasal 1 disebut bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
BACA JUGA: Arbitrasi: Proses Penyelesaian, Beda dengan Mediasi
Bambang Pujo Purwoko dalam buku “Seri Ikhtisar Hukum Ekonomi dan Bisnis Buku I: Pengantar Aspek Hukum Ekonomi dan Bisnis” menjelaskan fidusia berasal dari kata dalam bahasa romawi, yakni fides, yang berarti kepercayaan. Terminologi bahasa belanda menyebut fidusia secara lengkap sebagai Fiduciare Eigendom Overdracht (FEO), sementara dalam bahasa Inggris disebut sebagai Fiduciary Transfer of Ownership.
Apa contoh jaminan fidusia?
Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU/4/1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Contoh jaminan fidusia adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan kendaraan
Dalam kasus ini, kendaraan (mobil atau motor) yang dibeli oleh debitur digunakan sebagai jaminan untuk pembiayaan yang diberikan oleh kreditur. Dalam hal ini, hak atas kendaraan tersebut ditransfer ke kreditur sebagai penunggu hak.
2. Pembiayaan properti
Dalam kasus ini, properti (rumah atau tanah) yang dibeli oleh debitur digunakan sebagai jaminan untuk pembiayaan yang diberikan oleh kreditur. Dalam hal ini, hak atas properti tersebut ditransfer ke kreditur sebagai penunggu hak.
3. Pembiayaan peralatan
Dalam kasus ini, peralatan (mesin atau alat berat) yang dibeli oleh debitur digunakan sebagai jaminan untuk pembiayaan yang diberikan oleh kreditur. Dalam hal ini, hak atas peralatan tersebut ditransfer ke kreditur sebagai penunggu hak.
4. Pembiayaan modal kerja
Dalam kasus ini, aset perusahaan debitur, seperti inventory, piutang, atau aset tetap digunakan sebagai jaminan untuk pembiayaan yang diberikan oleh kreditur. Dalam hal ini, hak atas aset tersebut ditransfer ke kreditur sebagai penunggu hak.
Perlu diingat bahwa dalam setiap transaksi fidusia, kreditur harus memberitahukan kepada debitur tentang rencana penjualan properti yang digunakan sebagai jaminan jika debitur tidak dapat membayar utangnya dan memberikan kesempatan kepada debitur untuk membayar utangnya sebelum properti tersebut dijual.
BACA JUGA: Ceban: Pengertian dan asal Mula Penggunaannya
Berapa lama hukuman fidusia?
Lama hukuman dalam sistem fidusia tergantung pada peraturan yang berlaku di negara atau wilayah tertentu. Di Indonesia, lama hukuman dalam sistem fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
Menurut pasal 36 ayat (2) undang-undang ini, jangka waktu penunjukkan sebagai penunggu hak tidak boleh melebihi jangka waktu pembayaran utang. Jika debitur melakukan pelanggaran, kreditur dapat menjual properti yang digunakan sebagai jaminan, dengan persyaratan harus memberitahukan kepada debitur tentang rencana penjualan tersebut dan memberikan kesempatan kepada debitur untuk membayar utangnya sebelum properti tersebut dijual.
Sebagai contoh, jika jangka waktu pembayaran utang adalah lima tahun, maka jangka waktu penunjukkan kreditur sebagai penunggu hak juga tidak boleh melebihi lima tahun. Namun, jika debitur telah melakukan pelanggaran, kreditur dapat menjual properti yang digunakan sebagai jaminan setelah memberitahukan dan memberikan kesempatan kepada debitur untuk membayar utangnya.
Dalam pasal 36 UU No 42 Tahun 1999, hukuman atas pelanggaran terkait fidusia adalah penjara maksimal dua tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 50 juta. Fidusia merupakan sistem perlindungan hak yang efektif bagi kreditur, namun juga harus diperhatikan hak-hak debitur dalam transaksi tersebut.
Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang baik tentang peraturan yang berlaku dalam sistem fidusia agar dapat digunakan dengan benar dan adil bagi kedua belah pihak.
Editor: Ranto Rajagukguk