Film Hyperlokal Indonesia dan Kearifan Lokal yang Menginspirasi

marketeers article
Ilustrasi film (Sumber: Visinema)

Oleh: Ajeng Parameswari, Chief of Business Stream & BION Studios, Visinema Group

Indonesia adalah negeri dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Dengan lebih dari 1.300 suku dan 700 bahasa, setiap daerah memiliki cerita, tradisi, dan nilai-nilai unik yang menjadi sumber inspirasi tak terbatas untuk dunia perfilman.

Ketika film Indonesia menyelami kearifan lokal, ia bukan hanya menciptakan hiburan, tetapi juga menyatukan masyarakat melalui representasi yang autentik dan relevan.

Dalam dunia narasi, istilah “arketipe” sering kali muncul sebagai dasar untuk menciptakan cerita yang kuat. Arketipe adalah elemen universal dalam sebuah cerita yang dapat dipahami oleh semua orang karena bersifat mendasar dan terkait dengan pengalaman manusia secara kolektif.

Berbeda dengan stereotipe yang hanya menyajikan gambaran dangkal, arketipe menawarkan kedalaman, kejujuran, dan koneksi emosional yang mampu menyentuh hati. Dengan membalut arketipe ini dalam ekspresi budaya yang spesifik, film tidak hanya menjadi cermin dari identitas lokal, tetapi juga menyampaikan pesan yang bisa dirasakan oleh siapa saja.

Film “Cahaya dari Timur: Beta Maluku” (2014) adalah salah satu contoh bagaimana pendekatan ini bekerja dengan baik. Film ini menceritakan perjuangan seorang pelatih sepak bola di tengah konflik sosial di Ambon.

Dengan tema universal tentang harapan, resiliensi, dan persatuan, film ini menunjukkan bagaimana sebuah cerita dapat melintasi batas budaya sekaligus menggambarkan konteks lokal secara autentik.

BACA JUGA: Netflix: Autentisitas Film Lokal Diminati Masyarakat Global

Arketipe persatuan dalam konflik, yang menjadi inti cerita, tidak hanya menciptakan kedekatan emosional dengan penonton Indonesia, tetapi juga menunjukkan kekuatan cerita lokal untuk menjangkau audiens yang lebih luas.

Di sisi lain, pasar perfilman Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Setelah pandemi, proyeksi jumlah penonton film nasional pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 70 juta. Lebih dari 70% pangsa pasar bioskop tahun ini didominasi oleh film Indonesia.

Angka ini mencerminkan meningkatnya minat penonton domestik terhadap cerita yang mencerminkan kehidupan mereka sendiri. Representasi yang kuat dan autentik di layar tidak hanya memupuk rasa bangga, tetapi juga memperkuat pemahaman lintas budaya.

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana membawa film hyperlokal ke panggung internasional tanpa kehilangan esensi budaya yang diusungnya. Strategi seperti partisipasi aktif dalam ajang penghargaan global, membangun kemitraan distribusi, dan memperkuat branding budaya lokal adalah langkah-langkah penting yang dapat diambil.

BACA JUGA: 11 Film Bioskop yang Tayang Desember 2024

Selain itu, pengelolaan intellectual property (IP) yang baik dan strategi manajemen yang efektif dapat memperkuat fondasi industri kreatif Indonesia.

Kesuksesan perfilman Korea dengan konsep hallyu atau gelombang budaya Korea bisa menjadi inspirasi. Dengan mendorong cerita lokal yang berakar pada budaya dan kearifan Indonesia, film kita memiliki peluang besar untuk bersaing di kancah global.

Tantangannya adalah memastikan bahwa cerita-cerita ini tidak hanya memiliki relevansi lokal, tetapi juga mampu menghadirkan tema universal yang menyentuh dan bermakna.

Pada akhirnya, kekuatan film hyperlokal terletak pada keberanian untuk mengeksplorasi, menghormati, dan merayakan kekayaan budaya kita sendiri.

Dengan cara ini, perfilman Indonesia dapat menjadi cermin identitas bangsa sekaligus jendela yang membuka dunia kepada keindahan dan keberagaman Indonesia.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS