Salah satu perusahaan energi terkemuka, Chevron Corp., berencana mengalokasikan sekitar US$ 2,5 miliar atau sebesar Rp 37 triliun untuk investasi bisnis hidrogen. Memiliki tujuan dalam pembangunan teknologi rendah karbon, pihaknya ingin berfokus untuk mengembangkan bisnis hidrogennya melalui investasi.
Austin Knight, Vice President Hidrogen di unit Energi Baru Chevron mengatakan, pihaknya akan mengembangkan hidrogen hijau dan biru. Dari yang sebelumnya dibuat dengan energi terbarukan, lalu beralih dibuat dengan gas alam yang dilengkapi oleh teknologi guna menangkap karbon.
“Apa yang dilihat sekarang adalah pergeseran ke solusi energi yang lebih luas dengan hidrogen dan bergerak lebih ke hidrogen bersih. Kami ingin menjadi bagian dari peningkatan itu,” kata Knight dikutip dari BNN Bloomberg.
Hidrogen dinilai siap menjadi bagian penting dari upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan fungsinya sebagai bahan bakar serbaguna dan mudah terbakar, hidrogen dapat menjadi solusi dalam mengatasi sejumlah kendala ekonomi global yang mana sedang berlomba-lomba untuk dekarbonisasi.
Selain itu, hidrogen dipercaya dapat menggantikan gas alam sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik dan proses industri lainnya. Hal ini memberi kesempatan pada industri energi agar dapat memanfaatkan sebagian besar infrastruktur dalam mengangkut dan menyimpan hidrogen, yang akan mengalir ke pembangkit listrik sehingga dapat menghasilkan listrik bebas karbon.
Sebagai informasi, hidrogen hijau merupakan bahan bakar rendah karbon yang diproduksi menggunakan energi terbarukan. Sementara itu, hidrogen biru terbuat dari gas alam, kelebihannya adalah rendah karbon jika diproses dengan teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).
“Kami harus menetapkan aturan dengan sangat jelas tentang apa arti rendah karbon sebenarnya, dan kemudian membiarkan pasar bekerja untuk menghasilkan pengurangan karbon yang nyata,” ujar Knight.
Sebelumnya, raksasa energi Amerika Serikat (AS) ini telah mengalokasikan US$ 10 miliar atau sekitar Rp 148 triliun untuk mengembangkan bahan bakar terbarukan tahun lalu. Diikuti oleh proses penangkapan hidrogen dan karbon hingga tahun 2028 mendatang, tetapi tidak memerinci bagaimana uang itu akan dibagi dalam berbagai teknologi.
Editor: Ranto Rajagukguk