Jika kita ulik mengenai iklan layanan masyarakat, tujuannya memang jelas bukan untuk kepentingan komersial. Misalnya iklan kesehatan masyarakat, keselamatan berkendara, ramah lingkungan, pencegahan narkoba, bayar pajak, dan lain sebagainya.
Iklan ini juga disebut dengan social marketing. Iklan layanan masyarakat (ILM) atau public service announcement (PSA) bukanlah jenis iklan yang baru bahkan sudah berusia lebih dari 100 tahun.
Namun, iklan layanan masyarakat manakah yang paling mencuri perhatian Anda? Mungkin Anda kesulitan menyebutkannya.
Berbeda dengan iklan komersial yang jauh lebih top-of-mind, mudah diingat, bahkan ketika Anda mendengar backsound-nya saja Anda sudah tahu itu iklan apa. Jika Anda bandingkan, bukankah perkembangannya jauh lebih pesat?
Ada satu iklan layanan masyarakat yang cukup legendaris karena iklannya tidak hanya campaign, bahkan menjadi movement sejak 10 tahun lalu. Iklan tersebut adalah Dumb Ways to Die.
Ignatius Untung, Praktisi Marketing and Behavioral mengungkap bagaimana Dumb Ways to Die mampu menjadi ILM yang se-epik itu di salah satu program milik Marketeers TV, yaitu Market Think.
Rahasia kunci yang diadopsi adalah iklan ini tidak dibuat sebagai sebuah iklan saja, melainkan konten.
“Iklan akan tetap jadi iklan, orang akan menghindar. Tapi kalau ini jadi konten, ini jadi less intrusive, nggak terlalu mengganggu, sehingga orang bisa menerima dengan terbuka, bisa entertain, dan lain sebagainya,” ujar Untung.
BACA JUGA: Social Marketing: Pemasaran untuk Mengubah Perilaku Hidup Masyarakat
Selain itu, iklan ini juga membuka keterlibatan audiens sebesar-besarnya dengan berbagai cara, mulai dari share, remake, cover lagu, aransemen ulang. Inisiatif inilah yang menjadikan iklan ini mendapatkan banyak penghargaan.
Faktanya, Dumb Ways to Die dinobatkan sebagai The Most Awarded Campaign in The History, campaign paling banyak mendapat award sepanjang sejarah.
Iklan ini mendapatkan 5 Grand Prix, 18 Gold Lions, 3 Silver Lions, dan 2 Bronze Lions dalam Cannes Festival, ajang penghargaan paling bergengsi di dunia.
Secara angka, iklan ini juga berkontribusi setidaknya pada penurunan angka kecelakaan hingga 20%. Hal ini juga tidak terlepas dari kontribusi user generated content yang dibuat dari iklan ini.
“Touchpoints-nya begitu disukai oleh banyak orang di seluruh dunia. Mereka bikin lagu yang catchy, memorable, gampang diingat, tone-nya universal. Buat anak-anak ini juga menarik, buat orang dewasa juga nggak malu untuk bersenandung dengan lagu ini. Mereka juga bikin karakter yang fun, colorful, tapi tetap tergolong universal,” jelas Untung.
Tidak hanya itu, Dumb Ways to Die juga membuat online game berbasis aplikasi smartphone yang dikemas secara sederhana dan edukatif untuk anak-anak.
Video iklannya ini juga ditonton oleh jutaan orang, bahkan video pertamanya di Youtube saat ini sudah ditonton hampir 230 juta kali. Dalam 10 tahun terakhir, Dumb Ways to Die telah memproduksi 217 video dengan 500 juta kali view di Youtube.
Anda tentu bisa membayangkan berapa profit yang didapatkan dari YouTube, bukan? Menurut Untung, profit sharingnya bisa mencapai 10 miliar rupiah.
Sumber pendapatannya tentu tidak hanya berasal dari Youtube, Dumb Ways to Die juga membagikan buku ke sekolah dan membuat banyak merchandise, seperti kaos, boneka, dan gantungan kunci.
Self-funded campaign
“Jangan-jangan kesuksesannya bukan cuma dari sisi dampak tujuan awal, tetapi juga mungkin ini menjadi self-funded campaign. Campaign yang bisa nge-biaya-in sendiri karena ada pemasukan juga dari sana,” ungkap Untung.
Hingga saat ini pun, Dumb Ways to Die juga terus mengembangkan kontennya di media sosial, bahkan membuka channel baru, termasuk di TikTok.
BACA JUGA: Community Marketing: Ruang Hangat yang Buat Pelanggan Setia
Kembali lagi ke pembahasan awal mengenai rahasia sukses di balik keberhasilan Dumb Ways to Die yang begitu epik dan menarik bagi masyarakat.
“Orang tidak ada yang suka dengan iklan, orang suka apa yang menarik buat mereka dan terkadang itu iklan. Jadi, kalau kita bikin iklan ga menarik, yaudah lewat doang. Ini pengetahuan umum yang semua juga sudah pada tahu, tapi balik lagi, yang nerapin ga banyak,” sebut Untung.
Informasi umum yang diberikan dalam iklan layanan masyarakat dikemas dengan cara yang berbeda. Melalui konten dan games membuat Dumb Ways to Die menjadi sesuatu yang universal, bahkan untuk orang dewasa. Semua bisa enjoy dengan games tersebut.
Selain itu, banyak juga iklan yang memang mengungkap data dan fakta yang memberikan kesan negatif, sehingga menimbulkan ostrich effect. Orang tidak ingin mengetahui realitas yang tidak menyenangkan, apapun itu.
Orang menjadi enggan melihat sebuah fenomena kesusahan dan menyeramkan, sehingga pesan tidak akan tersampaikan sebagaimana mestinya. Lalu, untuk apa iklan itu ada jika tidak ada yang menontonnya?
Kunci sukses Dumb Ways to Die
Dumb Ways to Die berhasil keluar dari pesan-pesan normatif yang dikemas dengan cara yang fun dan playful, termasuk pada kata-kata campaign-nya, yaitu “cara-cara bodoh untuk mati”.
Dumb Ways to Die juga diciptakan dengan social currency yang baik, melibatkan partisipasi audiens. Social proof mendukung campaign ini menjadi lebih disukai oleh penontonnya. Ini menjadi snowball effect atau efek bola salju!
Dengan begitu, banyak audiens yang memiliki keterikatan dan engagement yang mendalam dengan Dumb Ways to Die.
Brand asset yang dimiliki juga bukan main-main, pertama adalah karakter yang bisa dijangkau di konten, aplikasi, merchandise, dan video. Kedua adalah konsistensi pada keseluruhan aset, mulai dari warna, bentuk, tulisan, dan lainnya, sehingga mudah diingat.
Ketiga adalah audio asset yang easy listening, tidak hanya cuma enak dan mudah dihapal, sehingga menjadi ear warm. Otak menjadi autoplay, bersenandung lagu tanpa sadar.
Ini semua yang menjadikan Dumb Ways to Die mampu menjadi ide iklan yang begitu powerful, apalagi konsistensi yang begitu baik dan terus diulang-ulang pada setiap campaign yang dilakukan.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz
BACA JUGA: 7 Tips Membangun Brand Attraction dengan DNA Brand yang Kuat