Perkembangan teknologi 3D Printing memberikan pilihan lain bagi pengembangan kreativitas masyarakat dunia. Tidak terkecuali para pemasar di era modern seperti saat ini. Di Indonesia mungkin belum banyak bisa kita temui para pemasar yang menggunakan 3D Printing dalam urusan kampanye marketing mereka.
Berbeda di belahan negara lain, 3D printing sudah digunakan sebagai alat dalam kampanye pemasaran. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Coca-Cola Israel dalam mengampanyekan produk Coca-Cola botol Mini.
Bertajuk Coca-Cola Mini Me, merek asal Amerika ini mengajak konsumennya untuk mendesain karakter visual mereka di aplikasi Coca-Cola dan dipelihara bak bermain Tamagotchi. Selanjutnya, pihak Coca-Cola akan memilih karakter terbaik dan mengundang mereka ke markas Coca-Cola Israel.
Kasus unik juga datang dari perusahaan asuransi asal Belgia. Mengutip adage.com, perusahaan ini membuatkan 3D desain dari kunci rumah para nasabahnya dan menyimpannya di server yang aman. Sehingga ketika nasabah mereka kehilangan kunci rumah mereka, maka asuransi tersebut bisa mencetakkan kunci rumah mereka berbentuk 3D.
Sedangkan mobil Volkswagen (VW) Polo bersama DDB Copenhagen juga memiliki kampanye yang menarik. Bertajuk The Polo Principle, VW mengundang para creator untuk membuat kreasi 3D desain terhadap mobil VW Polo. Para kreator dibebaskan untuk melakukan editing terhadap desain mobil. Pemilik desain terbaik akan dipinjami VW Polo sesungguhnya untuk bebas digunakan dalam dua bulan.
Sayangnya, berbagai kampanye marketing unik tersebut belum kita temukan di Indonesia. Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dan brand menjadi salah satu penyebabnya.
“Biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan 3D printing di Indonesia masih mencapai dua kali lipat lebih besar dibandingkan di Amerika. Di Singapura saja masih mahal, sekitar 1,5 kali lipat lebih mahal,” jelas Sebastian.
Editor: Sigit Kurniawan