Game atau permainan dikenal sebagai produk entertainment dengan berbagai genre. Sifatnya yang memberikan tantangan, melepas tekanan, dan menawarkan pengalaman untuk bereksplorasi di dunia baru menjadikan game sebagai hiburan yang menyenangkan. Tapi ternyata, game bisa memiliki dampak lebih dari itu. Studio pengembang game Agate melihat ternyata game bisa dipakai untuk kebutuhan assessment dan rekrutmen, yang dikenal sebagai game-based assessment.
Dijelaskan oleh Erga Ghaniya, Creative Director & Co-Founder Agate, game bisa memunculkan karekter orang dari bagaimana game itu dimainkan. Misalnya, memunculkan sikap kompetitif. Dalam game dengan jenis pembangunan, bisa dilihat bagaimana seorang bekerja, menjalani kehidupan, dan menunjukkan pola pikir.
Game sendiri bisa melihat perilaku orang dari bagaimana pemain game memilih jenis game untuk dimainkan, kapan mereka bermain, dan berapa lama mereka bermain. Salah satu yang spesifik adalah pembacaan perilaku di mana mereka menghabiskan banyak energi untuk mencapai tujuan permainannya.
“Manusia punya nilai masing-masing, sama halnya dengan game. Game sendiri ditujukan untuk menciptakan hiburan atau entertainment, sehingga pengembang pasti memasukkan karakter (traits) manusia ke dalam game,” kata Christiany Suwartono, Postdoctoral in Advanced Research Methods and Translational Science University of Illinois at Chicago.
Dilihat dari ilmu psikometri, game bisa menjadi alat ukur kemampuan dan karakter orang. Di dalam ilmu ini memang tengah berkembang penggunaan game untuk menjadi alat tes karakter, biasanya digunakan untuk proses seleksi karyawan. Namun, memang semua hal tidak bisa ditangkap karena game memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang ditekankan dalam jenis permainannya. Contohnya, kepemimpinan yang bisa dilihat dari game bergenre kelompok atau kerja sama.
Tentunya, game-design yang dibutuhkan untuk menjadi assessment adalah apakah game ini dapat memenuhi alat ukur. Psikologi memiliki item atau objek yang ingin diukur. Game dapat digunakan untuk menjadi alat ukur item-item yang dibutuhkan. Contohnya adalah permainan bisa mengukur kegigihan seseorang. Tantangan yang ada dalam game dapat digunakan untuk melihat kapan calon karyawan akan menyerah atau apakah calon karyawan justru merasa tertantang dan ingin melanjutkan permainannya. Nantinya, item yang telah diukur ini harus divalidasi apakah perhitungannya reliable.
Christiany mencatat sejumlah alat ukur yang bisa dijadikan dasar pengembang untuk mengembangkan game-based assessment. Di antaranya,
- Apa yang mau diukur? Apakah untuk seleksi atau untuk promosi?,
- Membuat fitur game sebagai indikator assessment, dan
- Mendesain bagaimana game dapat menganilisis item berupa karakter manusia yang bisa divalidasi,
“Secara inovasi, game nyatanya telah berkembang untuk mendukung bidang lain. Perkembangan ilmu yang menjadi faktor terbesar dari perkembangan ini. Game yang sebelumnya sebatas untuk untuk menghibur dan ojek hobi, kini bahkan bisa menjadi cara untuk mencari orang yang tepat di posisi yang tepat dan memberikan solusi efisiensi salah satunya di bidang HR,” tutup Erga.
Editor: Eko Adiwaluyo