Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) menggelar annual general meeting ke-25 bersama dengan Council of Asia Furniture Association (Cafa). Kolaborasi tersebut ditujukan untuk menghasilkan ekspor furnitur dan kerajinan sebesar 1% dari pasar dunia yang nilainya mencapai US$ 7 miliar atau setara Rp 109,4 triliun (kurs Rp 15.642 per US$).
Dedy Rochimat, Ketua Umum Asmindo menjelaskan, Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat pengembangan dan produksi furnitur dunia. Dari sini, diperlukan kolaborasi bersama untuk mengembangkan bisnis ini.
BACA JUGA: Tumbuh 5%, Nilai Pasar Industri Furnitur Dunia Capai US$ 629 Miliar
Dedy menyebut Indonesia mempunyai kekayaan alam berlimpah yang tersebar di 17.000 pulau, terutama terkait dengan bahan baku industri furnitur yang berkelanjutan.
Selain itu, keunikan desain furnitur berbasis kearifan lokal dan didukung dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia bisa menjadi pasar yang potensial sehingga mampu meberikan kontribusi terhadap devisa negara dan kesejahteraan masyarakat.
“Kata kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi semua stakeholder, baik kementerian terkait, industri furnitur dan kerajinan, penghasil bahan baku, desainer dan lembaga pendidikan yang menghasilkan sumber daya mansuia (SDM) Unggul di bidang furnitur dan kerajinan,” kata Dedy dalam konferensi pers di Tangerang, Banten, Selasa (27/2/2024).
BACA JUGA: Kemenperin: Ekspor Furnitur RI Tembus US$ 3,5 Miliar pada Tahun 2022
Menurutnya, pesatnya pembangunan infrastruktur diikuti dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan furnitur, khususnya furnitur ramah lingkungan. Hal ini mengingat semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Maka, tren furnitur dunia mengarah pada furnitur ramah lingkungan, sehingga permintaan akan furnitur ramah lingkungan mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Pertumbuhan permintaan terhadap furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai 8,6% atau dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan terhadap furnitur secara keseluruhan yang hanya 4,3%.
Dari sisi nilainya, Dedy menyebut, furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai US$ 51,02 miliar pada tahun 2022. Meskipun angka ini baru mencapai 6,7% dibandingkan dengan permintaan furnitur secara keseluruhan, yakni sebesar US$ 766 miliar.
Kendati demikian, pada tahun 2060 permintaan furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai lebih dari 25% dari keseluruhan permintaan furnitur. Kawasan Asia menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar furnitur.
Tercatat, permintaan furnitur ramah lingkungan di kawasan Asia tumbuh 10% per tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar furnitur secara keseluruhan yaitu 8,18% per tahun.
Sedangkan nilainya diperkirakan mencapai US$ 179,2 miliar pada 2024 dan US$ 9,37 miliar atau 5,23%, di antaranya disubangkan oleh furnitur ramah lingkuhan.
“Pertumbuhan permintaan furnitur ramah lingkungan yang relatif tinggi ini adalah peluang besar yang harus kita respons secara bersama-sama, dengan membuat pusat-pusat riset dan produksi furnitur ramah lingkungan di kawasan-kawasan industri, termasuk kawasan industri di Indonesia,” kata Dedy.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz