Garap Pasar Gen Z, Merek Harus Evaluasi Branding Principles

marketeers article
Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc. & Marketeers pada ajang WOW Brand 2024 (Foto: Marketeers/Hafiz)

Perkembangan zaman menuntut para brand untuk terus relevan dengan lintas generasi. Namun, secara demografi, generasi Z (Gen Z) kini mendominasi populasi masyarakat Indonesia sehingga merek perlu menyiapkan strategi agar memperoleh awareness dari mereka.

Gen Z diketahui memiliki karakter yang berbeda dengan milenial yang kini sudah dewasa bahkan mature. Meski daya beli Gen Z tidak sebesar generasi sebelumnya, namun mereka memiliki pengaruh besar karena menjadikan internet dan media sosial sebagai bagian dari hidup. 

Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc. dan Marketeers menilai Gen Z merupakan generasi yang memiliki advokasi yang kuat lantaran terpapar beragam informasi. Tak jarang, mereka menjadi penentu dalam pengambilan keputusan jika berada di tengah generasi-generasi yang lebin tua.

BACA JUGA: Riset MarkPlus: Gen Z Cenderung Tak Percaya Ramalan Zodiak  

Dengan fakta itu, merek harus mengevaluasi prinsip-prinsip branding (branding principles) jika ingin menargetkan Gen Z dalam memasarkan produk atau layanannya. 

“Kalau mau menarget Gen Z sudah waktunya meredefinisi youth strategy dari tadinya millenial strategy menjadi Gen Z strategy,” kata Iwan dalam gelaran “Indonesia WOW Brand 2024: Seminar Brand Terakbar” di Jakarta, Kamis (7/3/2024).

Iwan mengajak untuk menggeser positioning yang awalnya memosisikan brand as hero kini beralih ke brand as mentor. Jika tadinya brand selalu di atas dan menjadi tujuan para customer, kini posisi itu harus diarahkan setara.

BACA JUGA: UGM dan MarkPlus Institute Resmikan Program Doctor of Business Administration

Brand tidak lagi menjadi aspirasi melainkan memberi inspirasi ke pelanggan. Selain itu, kampanye brand bukan lagi menggunakan public figure, yang tidak setara dengan customer sehingga jauh dari representasi para pelanggannya.

“Mereka lebih percaya influencer, dan influencer ini juga bukan yang mega atau makro, tapi yang mikro dan nano, karena ini orang orang-orang yang dianggap potret orang kebanyakan yang lebih relate dengan user-nya,” ujar Iwan. 

Setelah memosisikan sebagai brand as mentor, Iwan mendorong merek untuk menjual produk atau layanan dengan adanya value tambahan. Produk saja dinilai tak cukup sehingga merek harus menambahkan experience jika ingin memperoleh pelanggan Gen Z.

BACA JUGA: MarkPlus Conference 2024 Resmi Dibuka, Potensi Pasar ASEAN Jadi Sorotan

Dia menilai dengan kompetisi yang makin ketat, merek kesulitan mengupayakan diferensiasi yang akhirnya produk dari setiap brand akan terlihat sama. Oleh karena itu, untuk menyeimbangkannya, merek harus menambahkan elemen experience sehingga menghasilkan kebaruan.

“Harus ada kebaruan, kekinian yang trending, makanya sifatnya temporary saja. Kalau di-experiences, temporary semua. Apa yang lagi trending, apa yang lagi viral. Karena Gen Z learning on social, dan search engine-nya bukan lagi hanya Google, tapi kadang-kadang mencari di TikTok,” ucapnya. 

Tak kalah penting, Iwan menyoroti bagaimana merek menawarkan produk atau layanannya. Untuk menarik Gen Z, para brand wajib mengimplementasikan phygital, yaitu dunia fisik dan digital menjadi satu kesatuan.

Ini menjadi penting lantaran Gen Z menjadi yang paling memahami digital di antara generasi-generasi sebelumnya. Alhasil, mereka sering merasakan digital fatigue, dan rentan mengalami mental health problem.  

“Justru angle-angle lain yang tidak semata-mata digital. Jadi kalau mau target generasi ini digitally available, wajib harus punya konten online, tapi harus ada physical experience, di tempat-tempat off grid ada,” katanya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related