PUMA punya cara menarik untuk meningkatkan kualitas komunikasi mereka. Belum lama ini, PUMA Asia Tenggara bekerja sama dengan UM Studios, Ensemble Worldwide, dan tim pakar 3D melahirkan program virtual influencer. Inovasi ini hadir untuk merepresentasikan wajah masyarakat Asia Tenggara secara keseluruhan.
Sebelumnya, kolaborasi ini dilakukan terkait dengan peluncuran kembali koleksi PUMA untuk sepatu lari ikonik dari tahun 80-an, Future Rider dan Style Rider. Menampilkan tema cybernetic yang berpusat pada virtual, koleksi ini pertama kali dirilis di Futro Land; karnaval retro-futuristik di ComplexCon di California.
Ketika memasukkan PUMA Rider ke Asia Tenggara, PUMA menghadirkan inovasi yang dapat menghubungkan pasar Singapura, Malaysia, dan Indonesia sebagai pasar primer PUMA Asia Tenggara. Perusahaan pun memilih dunia virtual dan inovasi 3D.
Berkerja sama dengan platform sosial media berteknologi artificial intelligence So.Min, perusahaan memetakan jutaan wajah penduduk Asia Tenggara. Hasil akhirnya, PUMA menemukan wajah ‘crowdsourced‘ yang familiar dan mampu menyatukan kesamaan wilayah. PUMA pun memberi nama icon baru mereka dengan sebutan Maya.
Setelah nama, perusahaan mulai menyusun kepribadian Maya. Tujuannya, agar Maya bisa berhubungan dengan konsumen di seluruh Asia Tenggara. Tentu, upaya ini agar meningkatkan daya tarik story telling yang akan dibawa Maya.
Untuk mencapai misi ini secara real-time, UM Studios dan Ensemble Worldwide menggunakan berbagai teknik teknologi. Termasuk, studi gelombang pada psikografi Asia Tenggara, social listening, dan kurasi AI dari konten yang dihasilkan dari interaksinya dengan orang lain. Hal ini untuk memastikan kepribadian Maya yang kompleks, dan menarik.
Sebulan sejak kelahiran Maya di Instagram, perjalanan pertama PUMA Asia Tenggara ke dunia virtual sudah menuai keuntungan. Platform Maya @mayaaa.gram memiliki tingkat engagement rata-rata 47% dan follower lebih dari 8.000.
