Gen Z terbilang merupakan generasi yang lebih ekspresif dibandingkan generasi sebelumnya. Karenanya, dalam membidik pasar ini, industri otomotif dituntut merilis produk dan melakukan strategi pemasaran yang sesuai dengan karakter mereka.
Dalam memilih produk otomotif, Gen Z juga perlu merasakan adanya koneksi kesamaan antara merek dengan mereka. Gen Z perlu merasa bahwa merek otomotif itu memiliki produk yang mewakili karakternya. Koneksi ini yang memperkuat Gen Z dalam melakukan pembelian.
Terlebih, generasi itu memahami kendaraan pribadi bukan sekadar moda transportasi belaka. Kendaraan pribadi yang ingin dibeli haruslah mengakomodasi kebutuhan dan juga keinginan. Karenanya, merek harus jeli dalam membaca karakter konsumen.
BACA JUGA: Strategi Subaru Mengenalkan Forester lewat FORESTYLE
Merek juga harus memahami persepsi Gen Z akan kendaraan yang dibelinya. Bukan cuma soal akselerasi, fitur termutakhir, namun kecocokan untuk hidup mereka.
Rupanya, mayoritas konsumen di segmen itu meyakini bahwa kendaraan yang dibelinya merupakan ruang ketiga.
Laporan McKinsey yang berjudul ‘Europe’s Gen Z and Future of Mobility’ menyebut sebanyak 42% Gen Z yang disurvei mengaku memiliki kendaraan pribadi.
Jumlah yang lebih sedikit yakni 20% mengaku menggunakan transportasi publik. Sisanya sebanyak 38% mengaku menggunakan taksi online atau bergantian kendaraan dengan temannya.
Laporan ini juga menyoroti moda transportasi yang akan digunakan Gen Z ke depannya. Sebanyak 32% Gen Z mengaku akan lebih sering menggunakan transportasi pribadi ke depannya.
BACA JUGA: Gen Z Cenderung Punya Suicidal Thought, Ini Cara Mengatasinya
Persentase ini sama dengan Gen Z yang ingin menggunakan taksi online atau bergantian kendaraan.
Di satu sisi, karakter Gen Z tidak hanya terlihat dalam melakukan pemilihan kendaraan, tapi juga terlihat dari cara generasi ini memperoleh informasi tentang kendaraan pribadi yang ingin dibeli.
Dengan karakteristik yang unik dan kebutuhan yang berbeda, strategi pemasaran yang dilakukan oleh merek otmotif harus disesuaikan agar dapat menarik perhatian dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
Mereka terbiasa dengan teknologi dan terhubung secara online hampir sepanjang waktu. Cara Gen Z memperoleh informasi hingga menentukan pembelian produk pun berbeda dengan generasi sebelumnya.
Generasi sebelumnya mungkin cukup melihat brosur atau iklan yang terpampang di televisi atau billboard untuk memperoleh informasi. Kini, Gen Z sebagai digital natives memiliki banyak opsi dalam memperoleh informasi seputar produk.
BACA JUGA: Strategi Subaru Terapkan Sports Marketing lewat Ajang Drifting
Asal tahu saja, Gen Z cenderung mencari informasi sendiri sebelum membuat keputusan pembelian. Mereka cenderung skeptis terhadap iklan yang hard selling, sehingga strategi pemasaran harus berfokus pada nilai tambah dan konten yang informatif dan berguna.
Misalnya, merek otomotif dapat membuat konten yang menyoroti fitur-fitur teknis dari kendaraan mereka, memberikan ulasan pelanggan yang jujur, atau bahkan menyediakan panduan merawat kendaraan mereka dengan baik.
Selain itu, penggunaan influencer menjadi semakin penting dalam menjangkau generasi tersebut. Mereka cenderung percaya pada rekomendasi dari orang-orang yang mereka ikuti dan dianggap sebagai kredibel di bidangnya.
Merek otomotif dapat bekerja sama dengan influencer yang memiliki basis pengikut yang besar di platform, seperti YouTube, Instagram, atau TikTok untuk memperkenalkan produk mereka secara organik dan meyakinkan.
Pengalaman pengguna juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Mereka menghargai kemudahan penggunaan, inovasi, dan kenyamanan dalam produk dan layanan.
Oleh karena itu, merek otomotif harus memastikan bahwa proses pembelian kendaraan mereka mudah, transparan, dan dapat diakses secara online.
BACA JUGA: Tonjolkan Citra Ramah Lingkungan, Wuling Jadi Merek Pilihan Gen Z
Hal ini yang dilakukan oleh Subaru Indonesia. Ismail Ashlan, General Manager Marketing dan Public Relations Subaru Indonesia mengatakan bahwa mereknya telah merambah platform yang kerap digunakan Gen Z seperti Instagram, YouTube, dan TikTok.
Platform media sosial ini juga menjadi jembatan untuk merek membangun interaksi phygital dengan konsumen Gen Z.
Di setiap kanal media sosialnya, Subaru Indonesia menambahkan tautan ke nomor WhatsApp resmi milik merek.
Dari nomor tersebut, konsumen bisa bertanya seputar produk, menjadwalkan uji kendara, atau menjadwalkan diri untuk kunjungan ke showroom.
Merek Jepang ini juga melayani pengantaran kendaraan untuk diuji coba oleh konsumen.
Subaru pun mendekati Gen Z melalui konten yang organik dengan menggandeng influencer. Salah satu influencer yang digandeng merek adalah Julian Johan, atlet balap mobil offroad.
Dalam kontennya, Julian Johan mengajarkan teknik-teknik dalam balap offroad dan juga berkemah di alam bebas.
BACA JUGA: Marketeers Youth Choice Award 2024: Ini Merek-Merek Pilihan Gen Z
Kombinasi antara influencer, media sosial, serta komunikasi dengan pelanggan yang dipermudah tersebut diklaum telah berhasil menjadi pendorong penjualan merek maupun brand awareness.
“Gen Z itu butuh keautentikan. Mereka ingin sesuatu yang autentik dan bisa mereka rasakan, jadi harus experience base marketing agar mereka tertarik. Mereka tidak bisa didorong melalui promo-promo,” kata Ismail Ashlan kepada Marketeers beberapa waktu lalu.
Secara keseluruhan, pemasaran kepada Gen Z dalam industri otomotif membutuhkan pendekatan yang berbeda dan inovatif.
Dengan memanfaatkan platform digital, konten yang informatif, kolaborasi dengan influencer, pengalaman pengguna yang baik, nilai-nilai lingkungan yang penting, citra merek yang autentik, dan adaptasi terhadap tren pasar, merek otomotif dapat memengaruhi keputusan pembelian generasi ini dan memenangkan hati mereka sebagai pelanggan setia.
Editor: Eric Iskandarsjah