Gen Z Masuk Dunia Kerja, Semua Harus Serba Teknologi

marketeers article
Portrait of beautiful latin teenage girl sitting on park bench with a headphones and laptop computer looking away smiling

Mengenal dunia digital sejak lahir membuat Gen Z tumbuh sebagai sosok digital savvy. Inilah generasi pertama yang mendapat sebutan sebagai digital native. Berbeda dengan senior mereka para milenial yang masih sempat menggunakan berbagai perangkat analog, Gen Z lebih banyak terlibat dengan perangkat teknologi digital mereka.

Riset yang dilakukan oleh Dell EMC Indonesia menemukan beragam pandangan Gen Z terhadap permasalahan teknologi di lingkup ruang kerja. Pada intinya, ketika mulai memasuki dunia kerja, Gen Z memiliki mentalitas technology first. Mentalitas ini pada akhirnya mendorong kalangan bisnis untuk terus mengadopsi teknologi digital. Mentalitas ini tidak selalu baik karena dikhawatirkan akan semakin melebarkan jarak kesenjangan antargenerasi di lingkup ruang kerja.

“Kalangan Gen Z di Indonesia memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi akan keterampilan teknologi mereka dibandingkan rekan sepantaran mereka di Asia Tenggara dan global,” ujar Catherine Lian, Managing Director, Dell EMC Indonesia.

Riset Dell EMC Indonesia, menemukan sikap optimisme di kalangan Gen Z Indonesia mencapai 69%. Padahal, rata-rata rasa optimisme di kalangan Gen Z Asia Tenggara hanya 62%. Di tingkat global, optimismenya semakin rendah, hanya 52% optimis dengan keterampilan teknologinya yang dibutuhkan perusahaan.

“Hal tersebut tentunya merupakan fakta positif, tapi juga menciptakan tantangan bagi perusahaan-perusahan karena mereka harus memiliki strategi dan teknologi yang tepat untuk mengundang calon karyawan yang tepat. Sementara, di saat yang sama juga harus menemukan landasan prinsip yang sama-sama bisa diterima oleh multi-generasi karyawan di tempat kerja,” jelas Catherine.

Sikap optimisme Gen Z Indonesia semakin terasa besar. Sebanyak 94% responden Gen Z Indonesia ingin bekerja menggunakan teknologi tercanggih. Sebagai perbandingan, di Asia Tenggara hanya 90% responden, dan di global justru hanya 80% responden yang ingin bekerja dengan teknologi canggih.

Selain itu, empat dari sepuluh responden tertarik untuk berkarir di bidang TI, termasuk di bidang keamanan siber. Satu hal menarik adalah sebelum mereka masuk ke dunia kerja, sebanyak 99% responden telah menggunakan teknologi ketika masih mengenyam pendidikan formal.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa kelompok calon pekerja baru ini memiliki keunggulan keterampilan teknologi dan data, tapi yang cukup mengejutkan adalah tingkat kematangan digital yang mereka bawa ke tempat kerja,” imbuh Catherine.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS