Gen Z Suka Pura-Pura Sibuk di Tempat Kerja, Pakar Ungkap Penyebabnya

pura-pura sibuk
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Banyak perusahaan yang kini mewajibkan karyawannya kembali bekerja di kantor dengan alasan meningkatkan produktivitas. Akan tetapi, di kalangan pekerja muda, terutama Gen Z, kebijakan ini justru memunculkan fenomena task masking alias berpura-pura sibuk agar terlihat produktif.

Alih-alih benar-benar bekerja lebih keras, Gen Z justru mencari cara untuk terlihat sibuk, seperti berjalan cepat sambil membawa laptop atau mengetik dengan suara keras. Tren ini tidak hanya banyak dibagikan di media sosial, tetapi juga nyata terjadi di tempat kerja.

Menurut Career.io, task masking kian meningkat seiring dengan kebijakan wajib kembali ke kantor. Amanda Augustine, pelatih karier di Career.io menilai perusahaan yang mengharuskan karyawan hadir di kantor menciptakan persepsi bahwa kehadiran sama dengan produktivitas.

“Para pekerja muda merasa bahwa waktu yang mereka habiskan di kantor tidak selalu mencerminkan hasil kerja mereka,” ujar Augustine, dikutip dari Fortune, Senin (10/3/2025).

Lantaran merasa dinilai berdasarkan kehadiran, banyak karyawan mulai menjadwalkan rapat yang tidak perlu atau memperpanjang tugas sederhana agar terlihat selalu sibuk. Beberapa dari mereka bahkan menggunakan software penggerak mouse agar terlihat aktif di komputer.

BACA JUGA: 70% Gen Z Anggap Posisi Manajerial Tak Sepadan dengan Beban Kerja

Tak Selalu soal Malas Bekerja

Meskipun terlihat negatif, task masking tidak selalu berarti karyawan malas. Survei Workhuman mengungkapkan bahwa 36% pekerja pernah berpura-pura produktif demi menjaga keseimbangan kerja dan kehidupan.

Bahkan, 70% dari mereka mengaku tidak mengalami penurunan output kerja, dan hampir separuhnya masih merasa sebagai pekerja yang berprestasi.

“Hal ini menunjukkan bahwa task masking bukan karena karyawan malas bekerja, melainkan karena kelelahan atau merasa tidak memiliki cukup pekerjaan untuk mengisi jam kerja di kantor,” kata Augustine.

Jenni Field, CEO Redefining Communications menambahkan penyebab utama task masking bukanlah lokasi kerja, melainkan cara manajemen mengelola karyawan. Jika atasan terlalu mengontrol tanpa memberi kejelasan tujuan kerja, karyawan cenderung berusaha menunjukkan kesibukan daripada fokus pada hasil nyata.

“Ketidakpedulian dan ketidakefisienan bisa terjadi di mana saja, baik di kantor maupun saat bekerja dari rumah. Jika seseorang memang tidak ingin bekerja, mereka tidak akan bekerja,” ujarnya.

BACA JUGA: 5 Tips agar Kerja Tetap Fokus dan Produktif saat Berpuasa

Bisa Berujung Stres dan Burnout

Meski tampak seperti solusi instan untuk menghindari tekanan di kantor, berpura-pura sibuk justru bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental. Lee Broders, pelatih bisnis dan mentor karier, mengingatkan bahwa task masking dapat meningkatkan stres dan memperburuk burnout.

“Jika Anda menyadari bahwa Anda sering melakukan task masking, coba tanyakan pada diri sendiri: Apakah Anda bosan, tidak tertarik, atau kecewa dengan kebijakan perusahaan?” ucapnya.

Alih-alih berusaha terlihat sibuk, para pakar menyarankan Gen Z untuk berbicara dengan atasan tentang beban kerja atau fleksibilitas kerja yang lebih baik. Jika budaya perusahaan lebih menghargai tampilan kerja dibandingkan hasil nyata, mungkin sudah saatnya mencari lingkungan yang lebih mendukung perkembangan karier.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS