PT Pertamina (Persero) mengklaim pada tahun 2022 berhasil menurunkan biaya produksi atau cost optimization sebesar US$ 3,27 juta atau setara Rp 48,7 miliar (kurs Rp 14.904 per US$). Capaian ini didapatkan setelah perseroan melakukan digitalisasi yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina menuturkan, Pertamina Group memiliki banyak anak perusahaan dan afiliasi, sehingga digitalisasi menjadi peran kunci untuk mengelolanya secara terintegrasi.
Pada periode tahun 2022, dengan pemanfaatan teknologi, sektor hulu Pertamina mampu meningkatkan lifting minyak dan gas (migas) sebesar 15% dan produksi migas hingga 8%.
BACA JUGA: Pertamina Raih Laba Rp 56,6 Triliun, Dirut Nicke Ungkap Rahasianya
“Kami memiliki sekitar 65 blok dengan 27 ribu sumur yang harus dimonitor setiap hari. Tidak mungkin kalau tidak dilakukan secara digital yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Nicke melalui keterangannya, Kamis (8/6/2023).
Menurutnya, di lini bisnis pengolahan, Pertamina juga mampu meningkatkan kenaikan intake sebesar 6% dan yield valuable 2%. Dengan digitalisasi, dapat dilakukan predictive maintenance untuk mencegah unplanned shutdown dan pemeliharaan kilang makin optimal.
BACA JUGA: Pertamina Gunakan 60% Komponen Lokal, Nilainya US$ 1,5 Miliar
“Kami harus memastikan kilang beroperasi sesuai rencana. Dari database dan artificial intelligence, kami dapat mengetahui jika ada kerusakan pada kilang,” ujarnya.
Di sektor hilir, khususnya digitalisasi SPBU Pertamina menerapkan minimum inventory stok bahan bakar minyak (BBM) tanpa mengurangi ketersediaan pasokan untuk masyarakat. Hal ini sangat membantu dalam pengelolaan keuangan.
“Kami jaga dan monitor betul agar tidak terjadi kelangkaan, sehingga uang yang tersimpan dalam inventory dapat dikurangi. Kami atur betul inventory setiap SPBU seperti apa,” ujarnya.
Nicke menambahkan, digitalisasi juga berhasil mengurangi losses dan penyalahgunaan BBM dan LPG bersubsidi. Dengan data, perseroan dapat memitigasi terjadinya penyelewengan sehingga akan lebih mudah diatasi.
Digitalisasi, menurut Nicke, saat ini dapat mengubah operating model atau cara bekerja, yang akhirnya dapat memberikan value dalam bentuk cost optimization. Ini di antaranya meliputi cost efficiency, cost avoidance, dan revenue enhancement.
“Tiga hal ini pada dua tahun terakhir, 2021 dan 2022, nilainya mencapai US$ 3,27 juta. Cost optimization ini menjadi penyumbang terbesar dari peningkatan kinerja Pertamina untuk tahun 2022,” pungkasnya.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz