Generasi M: Muslim dan Modern Tidak Kontradiktif

marketeers article
Sumber: sites.nd.edu

Pasar fesyen muslim memang berkembang. Bukan berarti segala sesuatu mengenai fesyen muslim menjadi ladang bisnis atau cuan bagi segelintir orang. Lebih dari itu, fesyen muslim berbuah menjadi suatu identitas.

Shelina Janmohamed, penulis buku fenomenal Generation M: Young Muslim Changing The World mengatakan, perkembangan fesyen muslim saat ini sangat dipengaruhi oleh kehadiran Generasi M yang ia definisikan sebagai “Generasi muda di bawah 30 tahun yang mengamalkan ajaran agama, namun tidak antimodernitas.”

“Karakteristik Generasi M adalah beriman dan hidup modern adalah dua hal yang berjalan beriringan, dan sama sekali tidak ada kontradiksi di antara keduanya,” kata Shelina dalam bukunya setebal 256 halaman itu.

Karenanya, mengonsumsi gaya hidup tidak berarti memberikan citra yang buruk bagi seorang muslim. Bukan pula bertujuan untuk menjunjung tinggi kapitalisme, paham yang bagi kalangan Islam moderat sangat bertolak belakang dengan prinsip Islam.

Bahkan, pakaian fesyen muslim juga diterima oleh pasar global. CNN, salah satu media besar di Amerika Serikat pernah menulis bahwa modest wear atau pakaian yang sopan (merujuk pada pakaian fesyen muslim) merupakan pergerakan kultural terbesar di dunia pada abad ini.

Jika Anda membuka Instagram dan mengetik tagar #hijab misalnya, ada sekitar 27 juta foto yang berkaitan dengan hal tersebut yang dikirim dari netizen di seluruh dunia. Tagar itu tidak hanya dibagikan oleh perempuan muslim, namun oleh perempuan-perempuan lain dari latar belakang agama dan ras yang berbeda.

Lantas, apa artinya? “Pakaian sopan” seperti yang diusung oleh fesyen muslim telah menjadi tren dunia. Semua perempuan menerima hal itu bukan sebagai identitas agama semata, melainkan identitas ‘kebebasan’ perempuan. Penerimaan ini seakan melunturkan stigma lama yang melekat pada perempuan muslim, ‘bahwa hijab, kerudung atau habaya yang mereka kenakan membuat mereka tidak bebas sebagai perempuan’.

“Kami melihat fesyen sebagai sebuah empowerment (pemberdayaan), yang memungkinkan perempuan menciptakan definisi mereka sendiri,” kata Iza Dezon, penerawang tren fesyen dari Peclers Paris, agensi konsultan tren yang berdiri sejak 1970.

Lambat laun, hijab diakui sebagai salah satu simbol fesyen dunia. Pada tahun 2014, DKNY meluncurkan koleksi busana moslem-friendly pertamanya dan menawarkan pembelian made-to-order. Pada tahun 2016, rumah mode asal Italia, Dolce & Gabbana merilis jajaran hijab dan habaya mewah perdananya.

Pada tahun yang sama, ritel streetwear H&M menampilkan model muslim pertama yang mengenakan hijab dalam sebuah video yang mempromosikan lini fesyen modest mereka. November 2016 lalu, Miss Mennesota Halima Aden menjadi kontestan muslim pertama yang mengenakan hijab dalam sejarah peagent Amerika. Tak hanya merek fesyen, merek sepatu olahraga Nike juga pernah meluncurkan ‘hijab pro’, sebuah pakaian olahraga yang didesain untuk perempuan muslim berhijab.

Yang juga baru saja terjadi adalah diluncurkannya Vogue Arabia, majalah mode pertama berbahasa Arab, yang pada sampul depan edisi perdananya menampilkan model keturunan Palestina Gigi Hadid mengenakan hijab. Bahkan, foto dari sampul majalah tersebut dibidik oleh desainer kenamaan Karl Lagerfeld yang menjadi Direktur Kreatif dari rumah mode Chanel.

Semua informasi di atas mengilustrasikan bahwa fesyen dan muslim berbuah menjadi gaya hidup ‘halal’. Di sisi lain, fesyen musli, menjadi “media” yang efektif untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kaum muslim belakangan ini, yang kerap diasosiasikan oleh media asing sebagai terorisme dan ISIS.

 

Editor: Saviq Bachdar

 

Related