PT PLN (Persero) menggenjot transisi energi di Indonesia dengan menyiapkan sistem pembangkit listrik yang fleksibel. Hal itu dinilai penting lantaran demi menjamin pasokan listrik selalu andal dalam 24 jam.
Evy Haryadi, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN mengatakan salah satu faktor penting menyukseskan program transisi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) adalah menyiapkan teknologi yang bisa mengakomodasi bauran sumber daya EBT untuk masuk dalam sistem PLN. Dengan demikian, yang pertama kali mesti dipecahkan adalah perhitungan supply dan demand listrik dari EBT.
BACA JUGA: PLN Kerja Sama dengan 4 Pemasok Gas untuk Suplai Pembangkit
“Dulu fluktuasi hanya dari segi demand listrik. Begitu menggunakan pembangkit EBT, fluktuasi juga terjadi dari sisi supply. Karena kita tahu matahari enggak bersinar terus dan angin adakalanya berhenti berembus sehingga kita butuh pembangkit yang fleksibel agar pasokan listrik selalu tersedia 24 jam,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Dia menjelaskan pembangkit fleksibel ialah pembangkit listrik yang dapat mengantisipasi sifat intermiten pada bauran EBT. Dengan demikian, hal itu dapat meminimalisasi dampak perubahan kondisi cuaca terhadap keandalan pasokan listrik.
BACA JUGA: PLN Laporkan Rasio Elektrifikasi Desa Berlistrik Capai 90,79%
PLN telah melakukan berbagai inovasi guna mendorong transisi energi fosil ke EBT yang mana pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 porsi EBT mencapai 51,6% dari keseluruhan pembangkit dalam sistem PLN.
“Seperti yang telah direncanakan, kami akan mengurangi emisi karbon melalui peningkatan pemanfaatan EBT. Nah, saat ini kami sedang menyiapkan bagaimana EBT ini bukan hanya andal dan efisien, tetapi juga terjangkau oleh masyarakat,” ujarnya.
Dalam rancangan PLN, saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) punya potensi besar karena biaya produksinya rendah dan juga sangat fleksibel. Tantangan pengembangannya terletak pada potensi lokal air/hidro yang terbatas.
Sementara itu, untuk pembangkit listrik berbasis panas bumi (PLTP) masih terkendala infrastruktur dan biaya operasionalnya tinggi.
“Saat ini PLN mengandalkan PLTA dan PLTP sebagai pembangkit listrik yang fleksibel. Ke depan, dengan semakin variatifnya EBT yang masuk dalam sistem PLN, kita semakin membutuhkan pembangkit yang fleksibel. Mengingat sebagian besar pembangkit fosil kita gunakan sebagai base load,” ucapnya.
Target yang dicanangkan PLN sampai 2030, EBT mampu menghasilkan 20,9 Giga Watt (GW) dari total 40,6 GW daya listrik PLN. Dengan rincian PLTA 10,4 GW, PLTS 4,7 GW, PLTP 3,4 GW, dan 2,5 GW dihasilkan dari pembangkit EBT lainnya.
Saat ini, PLN tengah membangun Smart Micro Grid dengan manajemen pembangkit dan distribusi yang terdigitalisasi.
“Kami juga membangun Smart Micro Grid untuk meningkatkan pemanfaatan EBT di daerah terisolasi. Jadi, perlu saya tegaskan lagi bahwa transisi energi adalah kesempatan untuk bangsa ini mengambil alih masa depan,” tuturnya.