Perfilman Indonesia tengah disemarakkan dengan film bergenre horor yang diyakini bakal kembali tren pada tahun 2018. Ghost, film yang mengisahkan tentang permainan pemanggil arwah Ouija menangkap peluang tersebut pada awal tahun.
Perjalanan film horor di negeri ini cukup panjang. Genre menakutkan ini sempat merasakan masa-masa kemilau pada tahun 1980an lewat beberapa film yang menuai simpati publik, seperti Nyi Roro Kidul dan Ratu Ilmu Hitam. Kala itu, film horor Indonesia akrab dengan nuansa gore, seksual, serta kekejian yang digambarkan lewat efek visual.
Sempat mati suri, kebangkitan film horor terjadi lagi paska sukses besar Jelangkung yang disutradarai sineas muda Rizal Mantovani dan Jose Poernomo. Dengan mengadaptasi kisah legenda urban, Jelangkung menjadi trend-setter lahirnya film horor sejenis. Sayang, tak lama kemudian, film horor nasional malah diramaikan oleh adegan penuh unsur pornografi dan sensualitas.
Namun, senyum kembali melebar saat film berjudul Pengabdi Setan keluar di layar perak pada tahun 2017. Film garapan Joko Anwar itu berhasil menyandang predikat sebagai satu-satunya film dari genre horor yang paling banyak ditonton di Indonesia. Bahkan, film ini mengalahkan genre film lain karena mampu menyedot lebih dari 4 juta penonton.
Kiprah tersebut membuat untuk pertama kalinya film horor Indonesia mendominasi ajang FFI dengan meraih 13 nominasi pada tahun lalu. Kasusnya mirip dengan kemenangan film horor The Exorcist yang memperoleh 10 nominasi Oscar pada tahun 1974.
Selain Pengabdi Setan, film horor yang tayang pada tahun lalu seperti Jailangkung, The Doll 2 dan Danur juga terbilang ‘tokcer’ lantaran meraih lebih dari 2 juta penonton. Keempat film itu berhasil bertengger di 10 besar film nasional yang paling banyak ditonton sampai saat ini.
Bak gayung bersambut, kesuksesan film horor selama setahun terakhir menarik minat produser film untuk menggarap film horor yang lebih serius, dengan mengesampingkan sisi seksisme serta komedi nakal. Sebagai debut pertama, Ghost, film produksi Scream Films dan Goldwind Entertainment ini mencoba melanjutkan “piala bergilir” tersebut.
Film ini mengusung cerita tentang permainan tradisional Ouija atau papan pemanggil roh. Diakui sang produser Ravi Pridhani, tema ini diadopsi dari film tahun 2014 berjudul Ouija produksi Universal Studios. Ravi mengatakan telah memperoleh izin untuk menggunakan Ouija sebagai bagian dari cerita film.
“Ini lah yang membedakan kami, karena kami menggunakan permainan Ouija yang sangat populer di Amerika Serikat sejak ratusan tahun,” kata dia kepada Marketeers saat ditemui di Mezzo Central Park, beberapa waktu silam.
Ravi mengungkapkan, film berdurasi 1 jam 36 menit ini akan diputar di 100 bioskop seluruh Indonesia, baik di jaringan Cinema XXI, CGV maupun Platinum. Untuk menggaungkan film ini, pihaknya menggelar roadshow di 12 titik keramaian di Jabodetabek. Bahkan, Ravi menyebut, timnya mengadakan acara off air berupa uji nyali dengan bermain Ouija itu.
Dia yakin dewi fortuna film horor pada tahun lalu akan berlanjut pada tahun ini. Walau tak berani menyebut target jumlah penonton, salah satu pemain dalam film ini optimistis Ghost bisa meraih lebih dari 1 juta penonton.
Co-branding
Tak berhenti hanya dengan menggelar aktivitas off air, film yang dibintangi Salshabilla Adriani ini juga melakukan co-branding dengan salah satu merek fesyen Rave Habbit sebagai official merchandise. Untuk diketahui, Rave Habbit merupakan merek apparel lokal yang produknya dijual di lifestyle concept store Mezzo.
Co-branding tersebut melahirkan beberapa merchandise menarik berupa kaus dan hoodie yang dijual eksklusif di 13 gerai Mezzo saat ini, di antaranya di Jakarta, Bali, Surabaya, dan Makassar.
“Kolaborasi ini sekaligus meningkatkan awareness dari merek Rave Habbit di benak konsumen,” papar Brand Manager Mezzo Yaneke Mariance saat ditemui di lokasi yang sama.
Pemilik Rave Habbit Syafruddin Febriansyah mengungkapkan bahwa co-branding merupakan caranya untuk sama-sama mendukung karya dalam negeri. Di sisi lain, ini menjadi momentum promosi yang tepat bagi brand Rave Habbit, sebab beberapa pemain akan mengenakan merek tersebut di dalam film.
Maria melanjutkan, Mezzo yang merupakan bagian dari Metrox Group sedang fokus membidik merek lokal sebagai pemasok butiknya. Sebab, ia melihat, dari segi branding dan kualitas, merek lokal sudah jauh lebih baik.
“Di tambah lagi, harga merek lokal lebih terjangkau ketimbang merek internasional. Ini menjadi momentum yang baik bagi pemain lokal untuk bangkit di saat banyak merek internasional melakukan aksi tutup toko,” kata dia.
Editor: Sigit Kurniawan