GP Farmasi: Indonesia Telah Mencapai Kemandirian dan Ketahanan Obat
Penambahan kasus COVID-19 di Indonesia dalam seminggu terakhir cukup mengkhawatirkan karena beberapa hari di Februari 2022 sudah melampaui puncak kasus Delta Juli 2021 yang mencapai 56 ribu kasus. Dengan penambahan kasus baru yang telah melebihi 60 ribu kasus per hari, akankah terjadi kekosongan obat covid Maret 2022 ini sehingga akan menyebabkan kepanikan masyarakat? Kondisi ini pun diantisipasi oleh Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia (GPFI) Tirto Kusnadi menyampaikan bahwa selama penanganan pandemi, perusahaan farmasi yang tergabung dalam GPFI menyatakan komitmennya untuk terus menjamin ketersediaan obat-obatan dan vitamin secara nasional. Dukungan penyediaan obat-obatan dalam menghadapi gelombang ketiga Omicron ini ditujukan agar tidak lagi terjadi kelangkaan obat-obat seperti saat serangan gelombang kedua tahun lalu.
“Perusahaan farmasi yang tergabung dalam GPFI akan terus menjamin ketersediaan obat dan vitamin di 34 provinsi seluruh Indonesia. GPFI telah mengerahkan segala kemampuan sesuai dengan kapasitas dan keahlian masing-masing anggota GPFI untuk percepatan riset dan pengembangan. Proses produksi, distribusi, dan penguatan jaringan ritel apotek dan pedagang besar farmasi (PBF) juga telah secara konsisten dilakukan untuk ketersediaan obat covid dan vitamin,” ungkap Tirto Kusnadi.
Secara nasional, komitmen GPFI untuk menjaga ketersediaan obat-obatan dalam menghadapi gelombang ketiga COVID-19 ini telah melibatkan lebih dari 160 pabrik farmasi yang memproduksi kurang lebih 2.000 jenis zat obat. Dari sisi distribusi, lebih dari 1.600 pedagang besar farmasi dengan 600 cabang di seluruh Indonesia juga telah menyalurkan obat-obatan kepada lebih dari 15.000 klinik dan puskesmas, 3.000 rumah sakit, lebih dari 17.000 apotek, sekitar 5.000 toko obat dan peritel lainnya.
Dengan car aini, GPFI melihat meski kasus baru telah mencapai rekor baru diatas 60 ribu yang menyebabkan banyaknya kebutuhan obat resep dan obat gejala covid lainnya, namun hingga saat ini tidak ada keluhan masyarakat tentang kekosongan obat di tengah derasnya peningkatan kebutuhan obat. Hal ini membuktikan bahwa industri farmasi nasional telah mencapai level kemandirian dan ketahanan obat nasional karena kekuatan kapasitas produksi, distribusi dan retail yang merata di seluruh pelosok tanah air.
GPFI yang menguasai 88% volume peredaran obat nasional, mengimbau masyarakat untuk tetap melakukan 3M. Dan jika positif covid dengan gejala ringan seperti demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, untuk mengikuti panduan kesehatan dari 5 Asosiasi Medis dengan berobat ke dokter atau via telemedicine, dan disiplin mengkonsumsi obat antiviral, obat untuk gejala simptomatis covid tersebut dan multivitamin sesuai anjuran medis.
“Fakta bahwa sampai dengan saat ini, kita tidak lagi mendengar adanya kabar langkanya obat-obatan selama gelombang ketiga ini adalah bentuk prestasi dan kolaborasi dari semua stakeholder, yaitu GPFI, Kementerian Kesehatan dan BPOM, dah hal ini patut kita banggakan dan syukuri bersama,” tutup Tirto Kusnadi.