Badan Pusat Statistik (BPS) menyoroti perkembangan banderol Bahan Bakar Minyak (BBM) atau kelompok harga yang diatur pemerintah (administered price) yang diwacanakan mengalami kenaikan. Komoditas itu diperkirakan menyumbang inflasi dalam jumlah besar jika mengalami penyesuaian harga.
Kepala BPS Margo Yuwono berharap pemerintah memberi perhatian penuh terhadap pergerakan harga BBM. Pasalnya, saat harga komoditas tersebut naik, akan ada efek domino yang berdampak besar bagi perekonomian nasional.
“Kemarin di 1 April ada kenaikan (harga BBM) dan ini belum ada kenaikan lagi kalau trennya. Ini perlu menjadi perhatian karena komoditas tersebut memberikan multiplier terhadap ekonomi yang cukup besar,” kata Margo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Dia mengungkap kenaikan harga BBM membuat banderol di sektor lainnya juga mengalami peningkatan. Dampaknya, kenaikan inflasi tidak hanya disumbang dari harga bahan bakar, melainkan juga sektor-sektor yang terpengaruh banderol BBM.
“Jadi ini menjadi penting untuk dilihat terutama komoditas BBM karena berpengaruh terhadap harga-harga di sektor-sektor lainnya,” ujarnya.
Selain harga BBM, BPS mencatat adanya dampak inflasi yang ditimbulkan dari administered price lainnya, yaitu kenaikan tarif listrik pada Agustus 2022 lalu. Dari penyesuaian tersebut, andil terhadap inflasi mencapai 0,04% secara year on year (yoy).
Selanjutnya, harga bahan bakar rumah tangga yang masuk administered price mengalami peningkatan pada Agustus 2022. Hal itu berimbas terhadap inflasi, yang mana memberi andil sebesar 0,28%.
Di sisi lain, Margo mencatat membaiknya pasokan komoditas pangan bergejolak berhasil menekan inflasi sehingga pada Agustus 2022 terjadi deflasi sebesar 0,21%. Komoditas utama yang menjadi penyumbang terbesar deflasi, yaitu cabai dan bawang merah yang sebelumnya memberi andil besar terhadap inflasi.
“Terdapat komoditas pangan bergejolak yang mengalami inflasi dan perlu mendapatkan perhatian, yaitu beras dan telur ayam ras, karena memiliki bobot relatif besar dalam penghitungan inflasi,” ucapnya.
Secara tahun kalender atau periode Januari-Agustus, Margo menjabarkan Indonesia mengalami inflasi 3,63%. Berdasarkan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, inflasi sudah ditentukan di level 3%.
Dengan demikian, target inflasi sudah dilampaui sehingga diperlukan upaya-upaya strategis untuk mengendalikannya. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk mengontrol kenaikan harga barang dan jasa sehingga target inflasi di level 3% bisa tercapai.
“Pengendalian inflasi tahun 2022 perlu terus diperkuat, khususnya dari sisi suplai dan distribusi pada komoditas pangan dan komoditas yang harganya diatur pemerintah,” katanya.