PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN memastikan bisa mencapai target bisnis yang ditetapkan tahun 2022. Hal itu bisa tetap dilakukan di tengah tantangan gejolak ekonomi global dan dalam negeri.
Setiyo Wibowo, Direktur Risk Management BTN mengatakan perseroan telah melakukan berbagai langkah mitigasi, termasuk mengantisipasi kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan juga kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Kami telah melakukan berbagai strategi mitigasi berupa efisiensi dan penyaluran kredit yang prudent sehingga kinerja kami on-track dan sampai akhir tahun tidak ada perubahan Rencana Bisnis Bank,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Setiyo menyampaikan perseroan juga telah melakukan perbaikan proses bisnis dan menerapkan strategi segmentasi konsumen yang lebih baik. Selain itu, emiten berkode saham BBTN tersebut memperbaiki dari sisi biaya dana (Cost of Fund/CoF).
“Dalam satu tahun terakhir Bank BTN telah menurunkan CoF sekitar 120 basis poin sehingga ini memperbaiki penawaran bunga ke nasabah kami,” ujarnya.
BTN juga memandang pertumbuhan ekonomi ke depan makin positif, terutama di tengah penanganan pandemi yang semakin terkendali. Menurutnya, kebutuhan masyarakat terhadap rumah pun masih terus menunjukkan peningkatan.
“Kami perkirakan dengan ekonomi dan pandemi yang terkendali serta membaik, serta beberapa sektor telah kembali normal, maka kredit akan tetap sesuai target awal akan tumbuh di kisaran 9-10%,” ucapnya.
Hingga Mei 2022, BTN memperoleh laba bersih Rp 1,06 triliun, naik 47% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 716,44 miliar. Hal itu disumbang paling besar dari kenaikan pendapatan bunga bersih Rp 5,9 triliun per Mei 2022 atau naik 25,95% (yoy) dari Rp 4,68 triliun pada bulan yang sama tahun lalu.
Sementara itu, peningkatan pendapatan bunga bersih ditopang beban bunga yang sukses ditekan turun sebesar 28,95% (yoy) dari Rp 5,8 triliun pada Mei 2021 menjadi Rp 4,12 triliun di Mei 2022. Aset bank spesialis pembiayaan perumahan itu mencapai Rp 374,27 triliun atau naik 4,25% (yoy) dari Rp 359 triliun.
Kenaikan tersebut didorong posisi kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat masing-masing sebesar 6,33% (yoy) dan 7,56% (yoy).