Harga Chipset Qualcomm Naik, Peluang Buat MediaTek?

marketeers article
Ilustrasi produk MediaTek. (FOTO: MediaTek)

Perang di pangsa chipset smartphone mulai kian sengit antara dua vendor besar yakni Qualcomm dan MediaTek. Tapi, tingginya permintaan para vendor smartphone rupanya membuat para vendor chipset mulai terlihat ‘ngos-ngosan’ karena harga ongkos produksi chipset yang lebih canggih ternyata tak semurah itu.

Kenaikan biaya komponen teknologi bukan lagi rahasia. Salah satu contohnya adalah chipset terbaru dari Qualcomm, Snapdragon 8 Elite, yang dilaporkan menjadi chipset termahal mereka hingga saat ini.

Lonjakan harga ini menjadi perhatian karena dapat membuka peluang bagi pesaing Qualcomm, seperti MediaTek, untuk memperluas pangsa pasar mereka.

Mengembangkan teknologi mutakhir tentu membutuhkan investasi besar, dan Qualcomm bukan pengecualian. Dikutip dari Phandroid, Senin (16/12/2024), Snapdragon 8 Elite dilaporkan memiliki harga sekitar US$ 190 per chip, naik 20% dibandingkan pendahulunya.

Harga ini kemungkinan akan terus meningkat pada generasi berikutnya.

BACA JUGA: Genjot Pendapatan, Qualcomm Fokus Pasar PC pada tahun 2029

Faktor-faktor seperti proses manufaktur yang lebih kecil dan canggih, lisensi teknologi, hingga biaya pemasaran berkontribusi pada kenaikan biaya produksi chipset ini.

Selain itu, hubungan antara Qualcomm dengan mitra-mitranya, seperti Samsung, boleh jadi memungkinkan beberapa perusahaan besar untuk menegosiasikan harga yang lebih kompetitif.

Namun, untuk produsen ponsel yang lebih kecil, biaya ini bisa menjadi tantangan besar.

Peluang MediaTek

Di tengah lonjakan harga chipset Qualcomm, MediaTek berpotensi memanfaatkan momentum ini.

Dulu, MediaTek dikenal sebagai penyedia chipset yang lebih terjangkau namun kurang bertenaga dibandingkan Qualcomm.

Namun, melalui seri Dimensity 9000, MediaTek telah berhasil mengubah persepsi tersebut.

Chipset flagship terbaru MediaTek, Dimensity 9400, menunjukkan performa yang cukup kompetitif. Berdasarkan uji benchmark AnTuTu 10, misalnya, Vivo X200 Pro yang menggunakan Dimensity 9400 berhasil meraih skor 2.923.567, mengungguli Realme GT7 Pro dengan Snapdragon 8 Elite yang mencetak 2.746.604.

Bahkan, pada tes 3DMark, Dimensity 9400 sedikit mengungguli Snapdragon 8 Elite.

Meski selisih performa tidak terlalu signifikan, hasil ini menunjukkan bahwa MediaTek kini memiliki daya saing yang cukup untuk menjadi alternatif bagi para produsen ponsel.

Dampak pada Lanskap Industri Chipset

Kenaikan harga chipset Qualcomm dapat memengaruhi lanskap industri secara keseluruhan. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa Samsung, salah satu mitra besar Qualcomm, mulai mempertimbangkan penggunaan chipset MediaTek untuk beberapa produknya.

Salah satu contohnya adalah kemungkinan Galaxy S25 FE menggunakan chipset MediaTek, sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya.

Namun, Qualcomm masih memiliki keunggulan di beberapa aspek yang tidak hanya bergantung pada performa mentah. Kemampuan pemrosesan AI (Artificial Intelligence), kartu suara, GPU (Graphic Processing Unit), hingga pengolahan gambar untuk kamera smartphone menjadi kelebihan yang sulit ditandingi MediaTek.

BACA JUGA: Perluas Opsi Chipset, MediaTek Rilis Dimensity 9400

Fitur-fitur ini tetap menjadi daya tarik utama bagi produsen yang ingin menghadirkan perangkat premium.

Dari sisi quality, keduanya punya daya tarik masing-masing. Namun bicara cost, dua vendor besar ini akan kesulitan di tengah ongkos produksi yang akan terus naik, apabila investasi ke dalam alat produksi yang lebih canggih tidak dilakukan.

Meningkatnya permintaan untuk chipset yang lebih canggih dengan manufaktur yang lebih rendah seperti 3 nm makin menggila setelah penggunaan AI makin meluas.

Tidak ada satupun industri manufaktur chispet smartphone yang akan siap dengan lonjakan permintaan seperti sekarang.

Sementara dari sisi delivery dan service, tiap vendor punya pelanggan tetapnya masing-masing. Ikatan kerja sama antar vendor chipset dengan vendor smartphone yang sudah terbangun cukup lama seperti Qualcomm dengan Samsung akan mempertahankan posisi masing-masing dalam raupan pangsa pasarnya.

Setidaknya, sampai salah satu di antaranya lebih dulu menemukan cara memproduksi chipset yang lebih canggih dan lebih murah ongkos tentunya.

Di masa depan, keseimbangan kekuatan antara Qualcomm dan MediaTek bisa semakin menarik untuk diikuti, terutama di tengah perubahan kebutuhan pasar dan preferensi produsen.

Editor: Eric Iskandarsjah Z

Related

award
SPSAwArDS