Harga Ethereum (ETH) diprediksi naik karena adanya perubahan protokol di dalam jaringannya. Aset kripto terpopuler setelah Bitcoin (BTC) itu akan memasuki fase transisi jaringan yang disebut sebagai The Merge.
Oscar Darmawan, CEO Indodax menjelaskan The Merge merupakan transisi jaringan Ethereum dari mekanisme proof-of-work (PoW) ke mekanisme proof-of-stake (PoS). Menurutnya, dengan mekanisme PoS yang digadang-gadang lebih efisien, memiliki potensi untuk bisa menaikkan permintaan dan menaikkan harga ETH.
“Adanya perubahan pada protokol Ethereum ini, membuatnya memiliki beberapa keuntungan seperti penggunaan Energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Selama ini, Ethereum didapatkan dengan skema Proof of Work. Jika, dijelaskan secara sederhana, Ethereum didapatkan dengan cara mining atau penambangan, seperti Bitcoin. Mekanisme proof-of-work diklaim mengonsumsi energi listrik yang besar karena alat penambang Ethereum membutuhkan spesifikasi komputer tinggi dan rig mining yang komplit serta listrik yang besar,” ujar Oscar.
Sementara itu, proof of staking atau mendapatkan ETH dengan staking hanya menggunakan modal internet sehingga lebih simpel dan ramah lingkungan. Dengan Kelebihan Proof of Stake ini, bisa membuat token Ethereum lebih berharga sehingga memiliki potensi harga ETH akan naik setelah proses The Merge selesai meskipun sejatinya harga aset kripto bergantung pada kondisi pasar.
Oscar pun menambahkan Upgrade Ethereum 2.0 ini terbagi dalam tiga fase dan terlihat cukup rumit karena benar benar merombak mekanisme konsensus ETH itu sendiri. Terlebih, Ethereum bukan hanya sekadar koin namun merupakan jaringan blockchain yang banyak dimanfaatkan oleh hal lain, seperti untuk NFT ataupun token-token yang berjalan di atas jaringan Ethereum.
“Fase pertama upgrade ini diperkenalkan pada bulan Desember 2020 lalu dan berjalan paralel dengan main chain Ethereum yang disebut dengan Mainnet. Fase ini merupakan fase peluncuran Beacon Chain. Fase kedua yaitu fase The Merge di mana Mainnet dan Beacon Chain digabungkan dan jaringan Ethereum pun mulai beroperasi menggunakan mekanisme Proof-of-Stake (PoS),” ucap Oscar.
Fase ketiga sekaligus fase terakhir dari Ethereum 2.0 disebut dengan sharding, yang kemungkinan besar diluncurkan pada tahun 2023. Ketika sharding telah terjadi, Ethereum akan dapat menangani ribuan transaksi per detik.
Dengan adanya sharding, Oscar berharap bisa berpengaruh pada penurunan gas fee. Pasalnya selama ini, mahalnya gas fee merupakan kekurangan dari Ethereum itu sendiri.
Melihat pergerakan harga Ethereum selama tiga tahun terakhir memang dipenuhi dengan volatilitas yang tinggi. Namun, sebenarnya dari tahun ke tahun progresnya pun cukup mengesankan jika dilihat secara jangka panjang.
“Pada tahun 2021, Ethereum menunjukkan tren yang positif dengan mengalami all time high lebih dari satu kali. Meskipun per hari ini (Jumat, 9 September 2022 pukul 10.00 WIB) harga Ethereum masih berada di kisaran Rp 24 juta per 1 Ethereum, saya yakin dengan perubahan yang dibuat oleh Ethereum harga kripto ini pun akan naik secara bertahap di kemudian hari karena Ethereum masih menjadi pilihan utama dalam berinvestasi aset kripto. Harapan saya, momentum The Merge bisa dimanfaatkan trader aset kripto untuk mendapatkan profit karena di kemudian hari pun akan berpotensi naik,” tutur Oscar.
Editor: Ranto Rajagukguk