Perkembangan teknologi mendorong kemajuan kecerdasan buatan (AI) yang dimanfaatkan banyak orang untuk industri kreatif. Namun, ada tantangan besar yang perlu dihadapi, yakni bagaimana AI dapat diintegrasikan tanpa kehilangan sentuhan manusiawi yang esensial dalam seni bercerita.
Menurut Wisnu Putra, CEO Creative dentsu Indonesia AI seharusnya menjadi pelengkap, bukan pengganti, dari kemampuan manusia. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, kecerdasan buatan telah merambah berbagai sektor industri, termasuk industri kreatif.
BACA JUGA: Cara Naik MRT Gratis dengan Tiket Timnas Indonesia vs Jepang dan Arab Saudi
Saat ini, AI digunakan tidak hanya untuk mengotomatisasi proses, tetapi juga untuk menghasilkan konten kreatif yang melibatkan cerita. Namun, di balik semua potensi yang ditawarkan, ada perdebatan yang terus bergulir mengenai peran AI dalam seni bercerita.
“Saya yakin Al tidak akan menggantikan manusia sepenuhnya. Al akan selalu membantu kerja-kerja manusia, khususnya dalam mensimplifikasi pekerjaan manusia. Pekerjaan dengan Al tidak boleh kehilangan empati manusia,” kata Wisnu seperti dikutip dalam Majalah Marketeers Edisi November 2024 pada Jumat (8/11/2024).
BACA JUGA: Sinopsis The Paradise of Thorns, Film Drama Thriller dari Thailand
AI mampu menganalisis data secara cepat, menemukan pola, dan menghasilkan konten yang disesuaikan dengan preferensi audiens. Dengan kemampuan ini, perusahaan dapat lebih efisien dalam menyampaikan pesan yang tepat sasaran.
Namun, seni bercerita selalu mengandung elemen yang sulit untuk direplikasi oleh mesin: empati, intuisi, dan pemahaman mendalam tentang emosi manusia.
Penting untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan AI dan sentuhan manusia. Pekerjaan dengan AI tidak boleh kehilangan empati manusia. Meskipun AI dapat mensimplifikasi pekerjaan dan mengotomatiskan banyak proses, kekuatan narasi yang menyentuh hati tidak semata-mata bergantung pada analisis data.
Dalam konteks ini, artificial intelligence lebih cocok sebagai asisten yang membantu memperkaya cerita dengan data dan wawasan, bukan sebagai pengganti kreator yang memiliki intuisi emosional. Sebagai contoh, AI dapat membantu menganalisis pola perilaku audiens untuk menentukan topik cerita yang relevan.
Namun, elemen emosional yang muncul dari pengalaman hidup, budaya, dan sensitivitas manusia masih tetap menjadi milik kreator manusia. Integrasi AI dalam proses kreatif membawa dampak besar pada cara konten diproduksi dan disajikan.
Kini, para kreator konten dapat menggunakan AI untuk menyusun draft, mengedit video, hingga menyempurnakan visual dengan lebih cepat. Namun, ada elemen yang tidak bisa direplikasi oleh AI seperti intuisi kreatif yang muncul dari pengalaman unik setiap individu.
Seni bercerita adalah bentuk komunikasi yang kompleks. Dalam setiap cerita, terdapat lapisan makna yang hanya bisa disampaikan melalui nuansa bahasa, ekspresi budaya, dan konteks sosial.
Ini adalah area di mana AI masih memiliki batasan. Meskipun AI dapat menganalisis data dalam jumlah besar untuk memprediksi apa yang mungkin disukai oleh audiens, AI tidak dapat menangkap makna emosional yang mendalam yang sering kali menjadi inti dari sebuah narasi yang efektif.
Agar industri kreatif melihat AI sebagai alat kolaborasi, bukan sebagai ancaman, kunci utamanya adalah berdamai dengan teknologi. Bagi para kreator konten, ini berarti memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi dan presisi, namun tetap mempertahankan sentuhan manusiawi dalam setiap karya.
Sebagai contoh, AI dapat digunakan untuk menyederhanakan proses pengeditan video atau penulisan konten, tetapi keputusan akhir tetap berada di tangan manusia. Ini memastikan bahwa pesan yang disampaikan tetap autentik dan relevan dengan audiens.
Kreativitas, pada intinya, adalah tentang hubungan emosional, dan di sinilah manusia memiliki keunggulan yang tidak dapat disaingi oleh mesin. Secara keseluruhan, kehadiran AI di dunia kreatif membuka peluang besar untuk inovasi, namun juga menuntut keseimbangan yang bijak antara teknologi dan empati.
Seni bercerita tetap membutuhkan sentuhan manusia yang dapat merasakan, memahami, dan terhubung dengan audiens pada tingkat emosional yang lebih dalam. Dengan memanfaatkan AI sebagai alat bantu, industri kreatif dapat terus berkembang tanpa kehilangan esensi kemanusiaan yang menjadi inti dari setiap cerita.
Untuk memperoleh wawasan lebih mendalam terkait AI, MCorp menyelenggarakan 19h MarkPlus Conference 2025 “Reimagining Market-ing: People, Technology, and Impact” di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place pada 4-5 Desember 2024.
Topik “AI and The Art of Storytelling” akan dikupas dalam ajang MarkPlus Conference 2025. Amankan tiketnya sekarang juga. Akses di sini.
Editor: Ranto Rajagukguk