Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan tingkat inflasi pada tahun 2022 mencapai di level 3,5% hingga 4%. Hal ini disebabkan lantaran ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut.
Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Indef mengungkapkan apabila inflasi mencapai perkiraan tersebut, maka pemerintah harus waspada. Sebab, dalam 10 tahun terakhir inflasi selalu berada di level 3% sesuai dengan target yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Tahun depan range-nya sekitar 3,5% sampai 4%, jadi cukup tinggi. Target kita kan sebenarnya atau normalnya inflasi di angka 3%,” kata Tauhid kepada Marketeers, Rabu (28/9/2022).
Menurutnya, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah jika inflasi terus melonjak. Masyarakat rentan miskin akan sangat berisiko turun kelas menjadi masyarakat miskin.
Sementara itu, masyarakat kelas menengah pun akan makin banyak. Tak hanya itu, harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan terus melambung pada tahun depan.
Kondisi tersebut bakal makin memperburuk tingkat inflasi karena BBM menjadi penyumbang kontribusi yang cukup tinggi pada inflasi.
“Jadi inflasi di angka 3% saja masyarakat sudah sangat berat, apalagi sampai 4%. Jumlah masyarakat miskin pasti akan bertambah,” ujarnya.
Untuk mengendalikan tingkat inflasi, kata Tauhid, pemerintah bisa menaikkan cukai rokok pada tahun depan. Kemudian, cara lainnya adalah tiket pesawat tidak boleh ditetapkan secara fluktuatif meskipun harga avtur naik.
Selanjutnya, pemerintah harus menjaga harga komoditas pangan yang kerap bergejolak. Tauhid meminta pemerintah segera memperbaiki produksi dan distribusi pangan dalam waktu singkat agar inflasi dapat terjaga.
“Sekali lagi kenaikan harga BBM tahun depan tidak boleh terlalu tinggi. Kemarin kan naik 30%, kalaupun naik harus lebih rendah sehingga dampak inflasi lebih rendah,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk