Perusahaan rintisan atau startup banyak bermunculan di tengah kemajuan teknologi yang begitu cepat. Namun, di sisi lain, startup yang bertahan lama sangatlah minim lantaran mayoritasnya fokus membakar uang untuk mengejar pertumbuhan pengguna.
Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman Markplus Corp (MCorp) menilai kegagalan startup untuk bertahan akibat penerapan konsep creativity, innovation, entrepreneurship dan leadership (CI-EL) yang tidak diintegrasikan dengan productivity, improvement, professionalism, dan management (PI-PM). Artinya, startup dinilai terlalu inovatif dan berani sehingga mengesampingkan aspek profesionalisme hingga manajemen yang baik.
“Kenapa startup 90% hancur? Yang berhasil hanya 5%-10% karena dia terlalu CI-EL, terlalu berani, tidak ada productivity, improvement, professionalism, dan management,” kata Hermawan dalam Webinar Series S4:E1 bertajuk POST23: (Re) Positioning Clearly: Post-Time yang digelar pada Kamis (30/3/2023) secara omni di Jakarta dan online Zoom.
BACA JUGA: Taktik Agar Iklan Merek Bisa Berjaya Selama Ramadan
Dia juga menambahkan permasalahan serupa juga terjadi di sektor usaha, mikro kecil dan menengah (UKM). Sektor ini dianggap minim entrepreneurship dan professionalism sehingga sering kali gagal memperbesar skala usaha.
Hal sebaliknya terjadi di perusahaan besar yang bermain aman dan tidak menjalankan konsep CI-EL. Cepat atau lambat, perusahaan semacam ini tidak bisa berkompetisi karena lambat berinovasi sehingga ditinggalkan pesaingnya.
“Semua cari aman. Anda (perusahaan) gede tidak CI-EL mati juga. Jadi makin keadaan tidak menentu, mesti kreatif, inovatif, entrepreneurship dan leadership,” ujarnya.
BACA JUGA: MarkPlus Institute X UNPAD X Lokatekno, Hadirkan Hybrid University
Untuk tetap berinovasi, teknologi memang menjadi tumpuan perusahaan atau merek dalam mengembangan bisnis. Oleh karena itu, Hermawan menyarankan agar tidak takut dengan perubahan, termasuk dalam menerapkan teknologi terbaru, meski tetap memperhatikan humanisme.
“Teknologi sudah ada dari dulu, kenapa harus takut sama teknologi? Meski teknologi penting, tapi human enggak bisa kendalikan teknologi, ya repot juga,” ucapnya.
Hermawan mencontohkan satu perusahaan yang mengintegrasikan konsep CI-EL dan PI-PM dengan cukup baik. Eiger, salah satu merek dan ritel perlengkapan luar ruang (outdoor) memutuskan untuk melawan arus dengan berani berekspansi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Eiger membuka toko internasional untuk pertama kalinya di Swiss. Hermawan menilai keberanian Eiger untuk melakukan ekspansi merupakan wajah entrepreneurial marketing yang sukses dijalankan.
“Saya kagum dengan Eiger, kuartal I (2023) di zaman yang penuh ketidakpastian tidak perlu menyerah. Wajah entrepreneurship bisa terlihat di Eiger,” tuturnya.