Meski belum sampai 20 juta wisatawan mancanegara yang bertandang ke Indonesia, operator perhotelan asing tak ragu untuk berkiprah di Tanah Air. Seperti yang tengah dijajaki Hoshino Resort, operator resor asal Jepang yang baru mengoperasikan resor pertamanya di Indonesia.
Berlokasi di Ubud, Bali, Hoshino mengoperasikan Hoshinoya Resort yang menandai properti pertamanya di daratan Asia. Indonesia dipilih sebagai wilayah ekspansi mengingat tekad Pemerintah Indonesia dalam menggenjot pariwisata tengah membuahkan hasil.
“Selain itu, Ubud merupakan wilayah yang indah dengan bukit-bukit hijaunya serta pusat dari tradisi Hindu Bali. Ini membuat kami semakin tertarik,” kata Direktur Marketing Hoshino Resorts Daisuke Sato, dalam jumpa pers grand opening Hoshinoya Bali di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Perusahaan asal Karuizawa, Jepang yang berdiri sejak tahun 1904 ini telah membuka resor tersebut di atas lahan seluas 3 hektare. Di sana, terdapat 30 kamar vila yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu Vila Bulan, Soka, dan Jalak yang bisa menampung 2-3 orang per kamarnya.
Sato mengatakan, ketika pertama kali dibuka pada 20 Januari 2017, okupansi hotel telah menembus angka 100%. Pada setahun pertama beroperasi, pihaknya berharap dapat mencapai tingkat okupansi sebesar 60%. “Perlahan-lahan akan meningkat minimal menjadi 80%,” katanya.
Sato menjelaskan bahwa resor ini memang mengincar kalangan yang menginginkan privasi dan kenyamanan. Pasalnya, semua vila dibangun secara terpisah antara satu dengan lainnya. Selain itu, setiap vila juga dilengkapi dengan gazebo yang atapnya terbuat dari rumput dan alang-alang.
Tak heran, harga vila sepadan dengan konsep yang ditawarkan. Harga per malam dibanderol mulai Rp 9 juta untuk vila Bulan, Rp 9,9 juta untuk vila Soka, dan Rp 10,8 juta untuk Jalak. Ketiga vila tersebut memiliki perbedaan dari segi luas lahan, hingga jamuan visual yang diperoleh.
“Kami harap length of stay tamu selama di hotel lebih dari tiga hari. Kami akan tawarkan harga khusus,” tuturnya seraya mengatakan pihaknya mengincar turis Tiongkok, Australia, dan juga wisatawan domestik sebagai target tamunya,
Bukan Serba Jepang
Meskipun berasal dari Jepang, Hoshino Resort tidak menawarkan ryokan style atau penginapan ala Jepang yang tersaji di berbagai portofolio resornya di Negara Matahari Terbit itu. Untuk di Ubud Bali ini, Hoshino justru menawarkan konsep hospitality ala Bali, dari segi interior, fasilitas, maupun menu makanan-minuman yang dihidangkan. Semua mengusung gaya tradisi Bali yang kuat.
Itu artinya, Hoshino bersaing dengan beberapa resor yang mengusung konsep keramahtamahan Pulau Dewata, seperti Tejaprana, The Samaya, maupun Mandapa yang dikelola Ritz-Carlton. Kendati demikian, Hoshino menawarkan diferensiasi dari segi servis yang ia sebut sebagai “ryokan method”.
Sato menjelaskan, ryokan method pada dasarnya merupakan sebuah kerangka kerja yang menyangkut pelayanan selama di hotel. Ia mengamati, gaya layanan dasar di operator hotel Eropa dan Amerika hanya memenuhi needs and wants tamunya. “Mereka hanya kerja cepat dan memberikan layanan yang tepat bagi tamunya,” kata Sato.
Sementara itu, ryokan method menawarkan sesuatu melebihi ekspektasi tamu. “Para staf harus mampu membaca anxiety and desire dari konsumennya tanpa harus tamu itu bertanya atau meminta terlebih dahulu,” tambahnya.
Metode yang diklaim dikembangkan secara internal oleh Hoshino ini merupakan solusi atas pasar perhotelan yang kian dipadati banyak merek, yang menyebaban sulit bagi pelanggan melihat diferensiasi antara hotel satu dengan hotel lainnya. Apalagi, menurut Sato, layanan hotel ala Barat mudah sekali ditiru oleh hotel lainnya.
“Lewat metode ini, staf kami adalah para creator, mereka menjadi orang yang mampu menyampaikan daya tarik hotel sekaligus daya tarik destinasi sekitar hotel,” ujarnya.
Di sisi lain, Hoshino juga mengadopsi multi task system, yang mana staf hotel tidak bekerja untuk satu divisi tertentu, melainkan meraka dirotasi ke beberapa departemen lain, mulai dari resepsionis, food & beverage, hingga housekeeping.
“Staf yang hanya berada di divisi F&B, mereka akan sibuk pada jam-jam sarapan dan makan malam. Begitu pun dengan staf yang berada di divisi reservasi yang sibuk pada jam check in dan check out saja,” ujarnya.
Cara ini, aku Sato, mampu membuat staf memahami kebutuhan pelanggannya di setiap titik. Selain itu, dari sisi operasional, cara ini tentu memberikan efisiensi, efektivitas, dan meningkatkan produktivitas para staf. “Jika sudah demikian, kepuasan pelang8gan akan semakin meningkat,” harapnya.
Hoshino merupakan perusahaan perhotelan dan resor yang didirikan oleh Kuniji Hashino pada tahun 1904 yang awalnya menawarkan penginapan ala Jepang dengan lantai khasnya yang dibalut matras tatami. Saat ini, Hoshino mengoperasikan 37 hotel, dengan dua hotel berlokasi di luar Jepang, yaitu di Indonesia dan Tahiti.
Hoshino mengaku siap untuk bermitra dengan para investor dalam membangun dan mengoperasikan jaringan perhotelan lewat tiga mereknya, yaitu Hoshinoya Resorts, KAI, dan Risonare. Selain Bali, Hoshino turut mengincar wilayah Jakarta dan Yogyakarta sebagai target ekspansi.
“Kami sangat terbuka kepada siapapun investor yang mempercayakan pengelolaan properti hotelnya kepada kami,” ucap Sato yang merahasiakan besaran investasinya di Ubud serta nama sang investor.
Meski hanya menyumbang 30 kamar, Hoshino Resorts menambah pasokan kamar hotel dan resor di Bali yang menurut catatan Colliers International, jumlahnya akan mencapai 8.134 kamar pada tahun ini. Dari angka itu, 2.959 kamar disumbang dari hotel bintang lima, di antaranya Kempinski Nusa Dua, Andaz Hotel Bali by Hyatt, Jumeirah Hotel, Waldorf Astoria Uluwatu, serta Solis Capella Resorts.
Editor: Eko Adiwaluyo