Oleh Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman M Corp.
Why: Highlights from the First Semester
Ada beragam peristiwa menarik di semester pertama tahun 2022 ini. Saya mencatat setidaknya ada tiga hal yang bisa memberikan pelajaran berharga bagi Anda para pemasar.
Ada peristiwa dari dunia hiburan, politik internasional, dan juga bisnis. Mari kita bahas satu per satu berikut pelajaran yang ada di baliknya.
Maverick vs Dominion siapa yang sudah tonton film Top Gun: Maverick? Bagi generasi senior, film ini akan membawa nostalgia pada masa muda, saat Tom Cruise bermain di film dengan latar cerita serupa 36 tahun yang lalu.
BACA JUGA: Korean Brands in Indonesia: Analysis and Recommendations
Tentunya banyak adegan dan dialog menarik di dalam film yang berkisah tentang program pelatihan khusus bagi pilot-pilot pilihan ini. Salah satu yang mungkin juga Anda ingat, adalah nasihat Maverick kepada anak didiknya: “It’s not the plane, it’s the pilot.”
Kata-kata itu nantinya dibuktikan sendiri oleh Maverick. Saat pesawatnya tertembak, ia terpaksa harus mendarat di area kekuasaan musuh.
Agar bisa kembali ke markas, ia pun mencuri pesawat musuh dari hanggar mereka. Masalahnya, pilihan yang tersedia hanya pesawat-pesawat buatan lama.
Maka pertempuran udara yang tidak seimbang pun terjadi. Sebuah pesawat tua harus melawan dua pesawat keluaran terbaru dengan persenjataan yang jauh lebih maju.
BACA JUGA: The Future of Entrepreneurship
Namun. Maverick berhasil membuktikan kata-katanya. Kemampuannya sebagai pilot dengan jam terbang yang tinggi berhasil mengungguli dua musuh berbahaya tadi.
Buum! Satu per satu pesawat musuh berhasil dirontokkan. Salah satunya memang dengan bantuan anggota timnya yang lain.
Namun di dalam film jelas digambarkan bahwa kemampuannya sebagai pilotlah yang menjadi penentu kemenangan tadi. “It’s not the plane, it’s the pilot.”
Lalu, bagaimana dengan film satunya? Jurassic Park Dominion memang banyak dibanding-bandingkan dengan Maverick dari segi pendapatan.
Filmnya sendiri masih bercerita seputar makhluk-makhluk raksasa dari zaman purbakala yang hidup kembali di tengah-tengah kehidupan manusia modern. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, seorang tokoh antagonis membangun kembali kerajaan dinosaurus demi memenuhi ambisi pribadinya.
Ambisi jahat tersebut ternyata justru membawa pada bencana dan kerusakan. Apa pelajaran yang bisa didapatkan dari dua film tadi?
Human factor itu penting! Teknologi secanggih apa pun tetap membutuhkan peran manusia di belakangnya.
Manusia inilah yang akan menjadi faktor penentu, apakah teknologi tersebut berujung pada malapetaka ataukah kebaikan.
Russia vs Ukraine
Seumpama dilakukan poling global, saya yakin mayoritas masyarakat dunia akan memihak pada Ukraina. Tentu bukan semata-mata karena Presidennya yang ganteng dan mantan bintang film itu.
Keberpihakan masyarakat global kepada Ukraina didasari karena ketidaksukaan mereka pada aksi kekerasan yang dilakukan Rusia. Tanpa alasan yang tepat, perang dikobarkan hingga memakan banyak korban jiwa.
Dampak perang ini secara politik dan ekonomi tentunya dirasakan oleh negara-negara lain di dunia. Gangguan terhadap suplai bahan bakar minyak dan komoditas beberapa negara hanyalah sebagian contoh dari dampak perang tersebut.
Namun, saya percaya bahwa perang ini juga membawa dampak secara sosial budaya. Aksi sepihak yang dilakukan Rusia menimbulkan simpati terhadap Ukraina sekaligus antipati terhadap perang.
Saat ini lebih banyak orang di dunia menyadari pentingnya humanity. Kekerasan tanpa alasan yang benar akan mendapat reaksi negatif dari mereka.
Itulah konsekuensi yang saat ini harus ditanggung Rusia atas perbuatannya. Perhatian terhadap humanity ini saya percaya juga semakin meningkat di dunia bisnis.
Pelaku bisnis yang semena-mena terhadap tenaga kerja ataupun supplier (yang berada di posisi lemah karena memiliki posisi tawar yang rendah) akan kehilangan simpati dari pelanggan. Dengan keterbukaan informasi yang ada saat ini, akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menyembunyikan kebijakannya yang buruk dari mata dan telinga publik.
Winter is Coming
Banyak orang bilang bahwa sekarang adalah musim dingin bagi startup teknologi. Baik di Indonesia maupun dunia, berita tentang startup yang terpaksa memberhentikan karyawan-karyawannya telah banyak menghiasi berita-berita di media.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perusahaan startup tidak lagi bisa hanya mengejar peningkatan nilai valuasi. Mereka harus kembali pada model bisnis paling dasar: profitability.
Tanpa adanya profit yang cukup, perusahaan-perusahaan ini akan terpaksa terus bergantung pada kucuran dana dari investor. Ketika dana ini macet, maka mereka akan terpaksa untuk membuat penyesuaian-penyesuaian yang sering kali menyakitkan.
Salah satunya ya tadi, dengan memberhentikan karyawan-karyawannya secara massal. Namun saya percaya bahwa berorientasi pada profitability saja tidak cukup.
Para pengusaha tidak lagi bisa hanya mengejar pendapatan sebesar-besarnya. Mereka harus mulai memikirkan dampak positif yang bisa disumbangkan oleh perusahaan kepada masyarakat.
Tentunya bukan dengan menghambur-hamburkan uang dalam bentuk aksi sosial. Perusahaan harus bisa secara kreatif menyinergikan antara tujuan bisnis dan tujuan sosial.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, naik pula dampak positif yang diberikan perusahaan. Konsep ini sebenarnya sudah saya gagas lebih dari 10 tahun yang lalu saat diluncurkannya buku Marketing 3.0.
Saat ini, dengan pesatnya kemajuan teknologi, saya percaya bahwa kontribusi positif yang bisa diberikan perusahaan-perusahaan startup tersebut bisa lebih besar lagi. Kuncinya, jangan hanya fokus mengejar profit lewat teknologi.
Masukkan pula spirit humanity agar teknologi bisa membawa perubahan positif.
WHAT: Adopting Humanity in Technology
Beberapa kejadian penting di semester pertama tadi menegaskan tentang pentingnya adopsi humanity untuk melengkapi teknologi. Itulah tema webinar kedua saya tahun ini.
Tema besar tahun ini adalah GAME, yang merupakan akronim dari rangkaian empat judul acara berikut ini:
Getting into the digital competition
Di webinar pertama ini saya telah membahas kembali tentang persaingan yang makin ketat, terutama antara pelaku bisnis konvensional melawan para digital startups. Masuk ke dalam persaingan baru ini tidak hanya bisa bermodal teknologi.
Ada strategi tertentu yang harus Anda kuasai. Kata kunci webinar pertama ini adalah competition.
Adopting Humanity in Technology
Pandemi yang sudah berlangsung dua tahun lebih telah memberikan pelajaran berharga kepada kita semua. Saat ini, masyarakat cenderung menjadi lebih peduli dan empati terhadap sesama.
Untuk itu, perusahaan tidak lagi bisa hanya mengandalkan teknologi untuk memikat mereka. Peran humanity menjadi makin penting di masa-masa ini.
Inilah poin-poin yang ingin saya sampaikan di webinar kedua. Kata kunci yang ada di sini adalah customer.
Making the strategic moves
Di webinar yang ketiga ini, kata kuncinya adalah company. Menjelang akhir tahun 2022, perusahaan harus mempersiapkan langkah-langkah yang lebih strategis. Anda tidak bisa lagi hanya mengandalkan aksi-aksi reaktif dan sporadis.
Berikutnya, penutup dari ketiga webinar tersebut, adalah pelaksanaan MarkPlus Conference 2023 yang mengambil tema “Ending the Recovery, Starting the Reform”. Saya memang selalu bilang bahwa waktu kita untuk melakukan recovery hanya dua tahun saja, 2021 hingga 2022.
Tahun berikutnya adalah saat untuk melakukan reformasi. Di dalam konsep Entrepreneurial Marketing yang sudah sering saya bahas, perusahaan dituntut untuk bisa converging dichotomies, menyeimbangkan “kutub-kutub” yang seolah berlawan di dalam organisasinya.
Antara marketing dengan finance, juga antara human dengan teknologi. Inilah yang akan menjadikan perusahaan memiliki kelincahan ala startup sekaligus kestabilan layaknya perusahaan besar yang matang.
Lalu, apa berikutnya? Terkait dengan tema kedua webinar, Adopting Humanity in Technology, saya percaya bahwa perusahaan saat ini memiliki peran penting untuk harmonizing customer life.
Secara personal, setiap pelanggan Anda juga menghadapi dikotomi-dikotomi yang harus mereka seimbangkan. Keberhasilan dalam balancing the dichotomies ini saya percaya akan menjadikan customer Anda lebih sukses dalam menjalani hidupnya.
HOW: Harmonizing Customer Life
Di tingkat individu, kesimbangan yang perlu dibangun adalah antara CI-EL (creativity, innovation, entrepreneurship dan leadership) dengan PI-PM (productivity, improvement, professionalism dan management). Integrasi keduanya tidak hanya diperlukan oleh perusahaan, tetapi juga pelanggan.
Dengan teknologi, Anda harus bisa memfasilitasi pelanggan agar bisa menjadi lebih produktif sekaligus kreatif. Dengan produktivitas yang tinggi pelanggan akan bisa menghasilkan output secara tepat dan efisien.
Sedangkan kreativitas akan menghasilkan ide-ide baru yang lebih relevan. Integrasi antara improvement dan innovation juga menjadi sesuatu yang penting bagi pelanggan.
Kedua konsep di atas sering dianggap serupa, padahal sebenarnya tidak sama. Saat solusi lama menjadi tidak relevan dengan kondisi post-normal ini, maka improvement tidak cukup lagi.
Yang pelanggan butuhkan adalah innovation. Harus ada lompatan radikal untuk menciptakan solusi yang baru.
Prinsip yang sama berlaku pula untuk professionalism and entrepreneurship. Sebagaimana pasangan-pasangan konsep yang telah dibahas sebelumnya, spirit professionalism dan entrepreneurship sama-sama dibutuhkan oleh pelanggan Anda.
Jika professionalism diadopsi secara kebablasan, yang akan terbentuk adalah individu yang kaku, terlalu statis serta birokratis. Sebaliknya, dosis entrepreneurship yang tidak proporsional akan menjadikan seseorang cenderung melakukan tindakan tanpa pertimbangan yang matang.
Terakhir, keseimbangan antara management dan leadership di tingkat personal juga perlu ditingkatkan. Melalui kemampuan manajemen, pelanggan Anda akan bisa lebih teratur dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Sedangkan kemampuan leadership akan menjadikan mereka bisa memengaruhi orang-orang di sekelilingnya dengan lebih efektif. Salah satu perusahaan teknologi yang telah bisa membantu pelanggan untuk mencapai antara productivity dan creativity adalah Canva.
Perusahaan ini menawarkan aplikasi yang bisa membantu pelanggan membuat desain menarik tanpa harus menguasai kemampuan teknis yang rumit. Artinya, Anda yang bukan desainer profesional pun kini bisa menghasilkan desain-desain indah dengan bantuan Canva.
Dengan aplikasi ini, produktivitas untuk menghasilkan materi-materi desain dan publikasi akan meningkat. Dengan waktu yang relatif lebih singkat, lebih banyak karya akan bisa dihasilkan.
Namun, Canva juga terus mendorong pelanggan untuk meningkatkan kreativitasnya. Pelanggan bisa memadukan berbagai elemen visual yang telah disediakan dengan materi-materi lain dari luar.
Baik desainer profesional maupun pengguna awam sama-sama bisa mengambil manfaat dari aplikasi ini. Dengan produk yang powerful tersebut, tidak heran pada tahun 2021 kemarin Canva menjadi salah satu startup dengan valuasi tertinggi di dunia.
Menariknya, Canva bisa meraih posisi istimewa karena telah bisa meraih profit dan mempertahankan cash flow yang positif sejak lama. Canva bukanlah tipe startup yang suka bakar duit investor.
Bagi saya, inilah tipe perusahaan startup teknologi yang bisa menjadi referensi Anda dalam mengelola pelanggan. Bagaimana menurut Anda?
Artikel ini telah tayang di Majalah Marketeers edisi Juli 2022.