Hypefast Beberkan Kunci untuk Merek Lokal Hadapi Dominasi China

marketeers article
Presscon Hypefast. Dok: Marketeers

Industri usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) serta merek lokal di Indonesia telah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Produk-produk buatan anak bangsa makin mendapat tempat di hati konsumen. Berdasarkan riset Hypefast pada ThinkwithHypefast Agustus 2024, 70% responden aktif mencari merek lokal saat berbelanja, dan 90% di antaranya telah membeli produk lokal dalam tiga bulan terakhir.

Namun, di balik peluang besar ini, tantangan signifikan mengadang. Achmad Alkatiri, CEO Hypefast mengungkapkan merek asal Cina makin agresif memperluas pengaruhnya di pasar Indonesia. Terlebih, merek-merek Cina mampu menawarkan harga yang 20%-30% lebih murah dibandingkan merek lokal untuk kategori produk yang sama.

“Selain itu, alokasi anggaran pemasaran mereka mencapai hingga 35% dari pendapatan, jauh lebih besar dibandingkan rata-rata merek lokal yang hanya 7-10%,” kata Achmad dalam konferensi pers Hypefast bertajuk Key Growth Driver for Local Brands in 2025 di Showroom MODENA Suryo, Kamis (28/11/2024).

BACA JUGA: Hypefast Dorong Pertumbuhan Brand Lokal lewat Kolaborasi

Selain dari sisi harga, kecepatan produksi menjadi keunggulan lain dari merek China. Mereka mampu menciptakan produk baru dalam waktu dua bulan, sementara merek lokal sering kali membutuhkan waktu yang lebih lama.

Kecepatan ini, ditambah dengan strategi pemasaran yang agresif, memberikan keunggulan kompetitif bagi merek Cina dan menjadi tantangan besar bagi merek lokal.

Ironisnya, riset Hypefast juga mengungkapkan bahwa enam dari sepuluh konsumen Indonesia belum dapat membedakan produk lokal dari produk Cina. Hal ini menunjukkan bahwa identitas merek lokal masih perlu diperkuat, misalnya melalui strategi emotional marketing dan storytelling yang relevan dengan konsumen Indonesia.

BACA JUGA: Delegasi CCPIT Chongqing Lakukan Business Trip ke MarkPlus Campus, Bahas Ekspansi Perusahaan China ke Indonesia

Achmad menambahkan pendekatan hyperlocal harus menjadi senjata utama merek lokal untuk menghadapi dominasi ini.

“Bukan soal apakah merek lokal bisa bersaing atau tidak, tapi bagaimana mereka bermain di level yang berbeda. Bahkan, produk Cina kini sudah masuk ke-7 dari 10 toko di daerah,” tuturnya.

Dengan ancaman dominasi merek Cina, merek lokal Indonesia harus terus berinovasi, memanfaatkan potensi unik mereka, dan lebih berani mengadopsi strategi baru. Ini adalah kesempatan emas untuk menunjukkan bahwa produk lokal mampu bersaing dan memiliki tempat khusus di pasar dalam negeri.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS