Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) meluncurkan laporan prospek ekonomi Asia Tenggara bersama Oxford Economics. Laporan ini mengatakan bahwa PDB di seluruh Asia Tenggara akan berkontraksi hingga 4,1% pada akhir tahun 2020. Namun, diperkirakan akan terjadi pelonjakan tajam menjadi 6,2% pada tahun 2021.
Lonjakan yang diperkirakan terjadi akibat adanya pemulihan ekonomi tersebut juga disebabkan oleh low base effect dari tahun ini. Meskipun begitu, ICAEW menegarkan bahwa kebijakan makro akan tetap berperan akomodatif dengan dukungan fiskal yang ekstensif dan suku bunga rendah.
ICAEW juga memperkirakan laju pemulihan ekonomi Indonesia yang belum pasti pada tahun depan. Namun dalam laporannya, ICAEW mencatat volume penjualan retail dan produksi industri di Indonesia yang relatif stabil jika dibandingkan negara Asia Tenggara lain, sehingga harapan untuk bersikap optimistis masih ada.
“Secara keseluruhan, pandemi diperkirakan akan meninggalkan bekas luka permanen pada tingkat PDB Indonesia. Tahun ini PDB diperkirakan menyusut 2,2% sebelum melonjak menjadi 6% pada tahun depan dengan bantuan belanja konsumen dan infrastruktur,” papar Mark Billington, ICAEW Regional Director Greater China and South-East Asia.
Lebih lanjut, dari sisi pemulihan ekonomi tiap negara di kawasan Asia Tenggara akan terjadi secara bervariasi. Apalagi dengan catatan bahwa tiap negara memiliki regulasi masing-masing dalam menghadapi pandemi. Misalnya aturan lockdown dan social distancing yang berbeda. Sebelum akhir tahun 2021, kegiatan perdagangan memang diprediksi akan kembali aktif, namun perpanjangan lockdown dan social distancing bisa memberikan dampak perlambatan ekonomi yang lebih panjang.
“Tahun depan, pemulihan ekonomi Asia Tenggara masih bergantung pada pelonggaran lockdown, momentum pemulihan global, dan keberhasilan vaksin. Yang terakhir ini menjadi barometer penting. Dalam hal ini, Singapura diperkirakan akan memimpin dalam upaya program vaksin dilihat dari kecepatan pengadaan dan distribusi yang lebih efektif,” tambah Mark.
Hingga kini, kawasan Asia Tenggara telah mengalami three-speed recovery dalam menghadapi pandmei COVID-19. Hal ini dilihat dari bagaimana negara-negara di kawasan ini menentukan aturan buka dan tutup pintu masuknya sebagai bentuk penanganan pandemi.
Beberapa negara pun tercatat berhasil memanfaatkan momentum pandemi untuk melakukan pemulihan. Contohnya adalah Vietnam dan Singapura yang telah bergerak cepat dalam penanganan, sehingga lebih cepat juga untuk pulih. Vietnam diprediksi menjadi satu-satunya negara yang mencatat pertumbuhan ekonomi positif tahun ini, yaitu 2,3%. Sementara itu, Singapura diperkirakan pulih menjadi 5,7% setelah berkontraksi hingga 6%.
Sejumlah negara seperti Thailand, Filipina, dan Indonesia dinilai masih membutuhkan waktu dan jalan terjal menuju pemulihan ekonomi. Hal ini karena kondisi pandemi yang masih memberikan dampak besar terhadap kegiatan ekonominya.
“Perhatian terpenting bagi ekonomi Asia Tenggara adalah mencegak gelombang infeksi tambahan dan secara bertahap mengembalikan kegiatan ekonomi dan masyarakat. Perlu dibangun juga kesinambungan terhadap ekonomi global, kerja sama kolektif antar negara untuk memperkuat rencana tanggap pandemi sehingga aktivitas bisnis bisa berjalan dan kenyamanan masyarakat tetap terjamin,” tutup Mark.