Setiap organisasi bisnis dan nonbisnis perlu melihat unsur manusia, kemakmuran, dan planet dalam operasionalnya. Hal tersebut untuk menuju masa depan yang berkelanjutan. Global Compact yang dibentuk United Nation (UN) 21 tahun lalu telah menetapkan 10 prinsip serta nilai akan bisnis yang bertanggung jawab dan berperikemanusiaan di pasar global.
Josephine Satyono, Executive Director Indonesia Global Compact Network (IGCN) memaparkan bahwa 10 prinsip yang ada pada Global Compact ini mengusung 4 pilar. Pertama, yakni penghormatan bisnis terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua, mengenai penghormatan bisnis ketenagakerjaan. Ketiga, penghormatan kepada lingkungan. Terakhir, pada pelaksanaan bisnis yang bersih, setara, transparan dan anti korupsi.
Selaras dengan prinsip UN Global Compact terkait penghormatan terhadap HAM yang merupakan pilar pertama, IGCN senantiasa mempromosikan implementasi dari United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP’s) melalui serangkaian program seperti workshop, pelatihan, dialog multipihak dan grup diskusi yang bisa dimanfaatkan di dunia bisnis. Dalam pelaksanaannya IGCN mengutamakan peluang kolaborasi bersama pemerintah, asosiasi bisnis, akademisi, lembaga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan juga Non Government Organisations (NGO’s). Hal tersebut sekaligus mendukung pemerintah khususnya kementerian hukum dan HAM.
“Selama satu dekade terakhir, implementasi UNGP’s di Indonesia telah bertumbuh menjadi lebih progresif. Berbagai kegiatan dan gagasan telah diselenggarakan sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas serta kesadaran atas pentingnya menjalankan bisnis yang bertanggung jawab. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, tentu dibutuhkan kerjasama multipihak, keterlibatan kepemimpinan dan aksi kolektif guna terus mendorong inisiatif keberlanjutan yang menghormati pihak,” ungkap Josephine pada Dialog IGCN, Selasa, (07/09/2021).
Ia menyampaikan pada Maret 2021, Parlemen Uni Eropa meluncurkan resolusi dengan rekomendasi kepada komisi mengenai uji tuntas dan akuntabilitas perusahaan. Resolusi ini menekankan perusahaan wajib menerapkan uji tuntas yang mana tidak hanya terkait HAM, namun juga lingkungan, termasuk seluruh rantai nilai perusahaan baik bisnis yang didirikan maupun yang beroperasi di Uni Eropa.
“Tentu hal ini berpengaruh ke negara-negara luar Uni Eropa, salah satunya Indonesia. Dengan jumlah bisnis yang banyak dan berorientasi pada ekspor ke perusahaan-perusahaan di Uni Eropa. Diharapkan hasil diskusi ini membuahkan banyak pemikiran dan rencana para praktisi, dalam menciptakan lebih banyak peluang kolaborasi dalam mendorong inisiatif untuk memajukan implementasi bisnis dan HAM di kemudian hari,” tutup Josephine.
Editor: Eko Adiwaluyo