Iklan Rokok Dilarang, Billboard Kosong Melompong

marketeers article
Paska Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melarang penyelenggaraan reklame rokok dan produk tembakau pada media luar ruang melalui Pergub No 1 tahun 2015, sejumlah papan reklame di berbagai ruas Ibukota tampak kosong-melompong. Menurut riset Nielsen-Fractal, dari 1.708 titik media luar ruang di Jakarta, 30%-nya atau 512 titik dinyatakan kosong alias tanpa iklan.
 
Menurut Marketing Director Fractal Indonesia Reza Sjarif, kosongnya media luar ruang seperti billboard, videotron, maupun baliho terjadi paska Gubernur DKI Jakarta Ahok mengeluarkan aturan tersebut yang berlaku sejak 13 Januari 2015. Pasalnya, produsen rokok merupakan pengiklan terbesar di media luar ruang atau out of home (OOH). “Walau menurun, tapi rokok masih menjadi pengiklan nomor satu di media luar ruang. Dari 1.708 titik OOH di Jakarta, 14,46%-nya masih dipegang oleh iklan rokok,” kata Reza di Jakarta, Senin, (6/7/2015).
 
Menurutnya, jika Pemda DKI Jakarta masih kekeuh mempertahankan kebijakan tersebut, potensi billboard kosong akan semakin besar. Mengingat, 14,46% iklan rokok yang masih beriklan saat ini hanya menunggu waktu hingga izin iklannya berakhir. Setelah itu, Pemprov tidak akan memperpanjang izin iklan tersebut di semua media luar ruang. Jika dihitung-hitung, kekosong billboard bisa mencapai 44%. 
 
“Kami tidak tahu berapa kerugian yang terjadi sejak peraturan itu diberlakukan. Namun, menurut saya, pemilik billboard harus mencari alternatif klien lain di luar rokok,” katanya.
 
Reza menambahkan, selain rokok, perusahaan yang bergerak di sektor properti (12,5%), perbankan (5%), dan telekomunikasi (3,86%) menjadi pengiklan luar ruang yang cukup tinggi di Jakarta. Selebihnya, ada perusahaan consumer goods, keuangan, dan otomotif yang juga tak kalah potensial. Menurut Reza, pemilik billboard dan baliho harus mulai menggaet perusahaan-perusahaan tersebut. “Perlu diketahui, tidak seperti rokok yang biasa beriklan selama setahun di billboard, pemilik properti hanya beriklan selama periode tiga sampai enam bulan. Setelah itu, billboard bisa kosong lagi,” paparnya.
 
Di sisi lain, Effendi Gunawan, Director West Division PT Warna Warni Media selaku perusahaan penyedia banner dan billboard mengakui kebijakan Pemprov DKI membuat pelaku industri iklan luar ruang mengalami penurunan permintaan. Pasalnya, iklan rokok menyumbang 40% dari total iklan outdoor di Indonesia. “Imbas aturan itu, produsen rokok mulai mengalokasikan belanja iklan luar ruangnya di TVC, bioskop, dan media lainnya,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
 
Namun, Efendi bilang, porsi iklan rokok di perusahaannya hanya sedikit. Porsi terbesar malah consumer goods, otomotif, dan properti. Kendala lainnya, lanjut Effendi, adalah soal rencana Pemprov DKI mengganti jenis reklame billboard dengan teknologi Light Emitting Diode (LED) atau papan iklan berpemancar elektron (videotron). Hal inilah yang membuat Warna Warni tak masif membangun billoard baru sejak tahun 2012.
 
“Selain investasi LED yang mahal, tenaga pemasar kami juga harus mampu mengubah mindset klien yang masih konvensional, alias yang lebih menginginkan billboard statis. Kendati, kami kini punya beberapa reklame LED di Jakarta,” katanya.

    Related