Imbas PMK, Kerugian Peternak Sapi Ditaksir Tembus Rp 254 Miliar

marketeers article
Beautiful cow with cowbell in an alpine pasture in the Swiss alps in front of a typical Swiss farm with a Swiss flag on a beautiful sunny day with blue sky with clouds

Lembaga pengawasan pelayanan publik, Ombudsman memperkirakan kerugian peternak sapi yang ditimbulkan akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) mencapai Rp 254 miliar. Kerugian ini dihitung sejak pertama kali wabah tersebut ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada tujuh minggu ke belakang.

Yeka Hendra Pratika, Anggota Ombudsman mengungkapkan, setelah melakukan pengolahan data dari Kementerian Pertanian (Kementan) jumlah sapi yang sakit sebanyak 113.584 ekor. Perkiraan kerugian rata-rata sebesar Rp 500 ribu per ekor, sehingga secara keseluruhan kerugiannya mencapai Rp 59,79 miliar.

“Kalau sapi yang telah sembuh dan dijual harganya akan turun karena kurang produktif dengan potensi kerugian per ekor sebesar Rp 4 juta. Jumlah sapi yang sembuh sebanyak 43.583 ekor dengan perkiraan ruginya sebesar Rp 174,33 miliar,” ujar Yeka dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (15/6/2022)

Yeka bilang, sapi yang akhirnya dipotong ada sebanyak 1.093 dengan penurunan harga mencapai Rp 6 juta per ekor. Dari jumlah itu potensi ruginya hingga Rp 6,56 miliar.

Sedangkan sapi yang mati jumlahnya mencapai 765 ekor dengan berat mencapai 300 kilogram. Jika dikalikan harga Rp 60 ribu per kilogram maka setiap ekor mengalami kerugian sebesar Rp 18 juta. Secara keseluruhan potensi ruginya mencapai Rp 13,77 miliar.

“Valuasi ini sangat penting bagi pemerintah agar memiliki kepekaan bagi pemerintah terhadap kerugian yang dialami peternak sapi di berbagai daerah. Kami juga menyarankan kepada Kementan untuk bersikap profesional dalam menjalankan tugas dan kewenangannya menjalankan wabah penyakit mulut dan kuku sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku,” pungkasnya.

Jika dilihat, penyakit mulut dan kuku (PMK) ini banyak menyerang hewan ternak dari mulai sapi, kerbau, hingga domba atau kambing dan tergolong penyakit akut yang penyebarannya melalui infeksi virus dan mudah menular. Penyakit tersebut tidak ditularkan ke manusia atau bukan penyakit zoonosis sehingga yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah jangan sampai penyakit ini menyebar antarternak yang peka dan jangan sampai manusia menjadi perantara atau penyebar kepada hewan yang peka.

Pada manusia, tidak akan menimbulkan penyakit, namun dampaknya adalah pada hewan peka. Meski begitu, penyakit tersebut paling ditakuti oleh semua negara di dunia. Pasalnya, dapat menyebar dengan sangat cepat dan mampu melampaui batas negara serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related