Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengklaim omzet pedagang tradisional mengalami penurunan sebesar 75% akibat membanjirnya produk-produk impor yang dijual secara online. Kunjungan warga ke pasar tradisional pun terus menurun lantaran kemudahan bertransaksi secara daring.
Reynaldi Sarijowan, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikappi menuturkan salah satu sektor yang mengalami penurunan terbesar, yakni produk tekstil. Bahkan, di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat yang merupakan pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara makin kehilangan pelanggan.
BACA JUGA: Dugaan Teten Masduki soal Sepinya Pasar Tanah Abang
“Saat ini kami berhadapan pada salah satu media sosial yang menjual barang-barang dari luar contoh Thailand, Cina, dan beberapa negara lain. Sedangkan pemerintah tidak melakukan advokasi pendampingan terhadap pedagang untuk melakukan penjualan di online shop juga,” kata Reynaldi melalui keterangannya, Kamis (21/9/2023).
Menurutnya, transformasi digital yang dilakukan pedagang yang mayoritas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) tak serta-merta membuahkan hasil meskipun telah beralih berjualan secara online. Para pedagang yang melakukan live selling kerap tak mendapatkan penjualan atau bahkan hanya sekadar ditonton oleh netizen.
BACA JUGA: Teten Masduki: 56% Pendapatan Pasar E-commerce RI Dikuasai Asing
Ikappi mendorong pemerintah bisa bekerja sama dengan beberapa aplikasi seperti TikTok, Shopee dan beberapa aplikasi lainnya agar algoritma pedagang-pedagang UKM dapat diperkuat. Di sisi lain, pedagang harus berhadapan pada gempuran produk luar yang harganya jauh lebih murah dari produk dalam negeri.
Dengan begitu, kehadiran pemerintah diharapkan bisa memberikan solusi agar ada titik temu antara modernisasi berjualan dapat juga digunakan oleh pedagang-pedagang yang masih kecil.
“Kami yakin jika ada keberpihakan dari pemerintah dan dapat mendorong agar aplikasi-aplikasi tersebut justru menampakkan keunggulan UKM atau produk dalam negeri kita itu akan bisa membantu masyarakat untuk bertahan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menduga sepinya pasar Tanah Abang terjadi lantaran maraknya produk impor ilegal yang membanjiri pasar domestik. Kondisi tersebut diperburuk dengan ketatnya persaingan di bisnis dalam penjualan online.
Teten mengatakan untuk mengatasi permasalahan itu, perlu adanya perlindungan terhadap ekonomi domestik termasuk bagi para pelaku UKM melalui keberpihakan regulasi di bidang transformasi digital. Termasuk pula kebijakan investasi, kebijakan perdagangan, dan kebijakan persaingan usaha.
Teten menyebut pasar Tanah Abang pernah menjadi pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara. Namun, di era digital, pasar yang telah ada sejak tahun 1735 itu, para pedagangnya, mengalami tantangan berat dalam hal perubahan perilaku pasar dari offline ke online dan serbuan produk asing.
“Jadi isunya bukan pedagang offline kalah dengan mereka yang online, namun bagaimana UKM yang sudah go online harus memiliki daya saing dan mendorong produk lokal untuk tumbuh dan berkembang,” kata dia.
Editor: Ranto Rajagukguk