Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,2% pada tahun ini. Sementara itu, untuk tahun 2023, lembaga internasional tersebut memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,7%, turun 0,2% dari perkiraan pada Juli 2022 sebesar 2,9%.
IMF menilai ekonomi global mengalami sejumlah tantangan karena inflasi yang lebih tinggi daripada yang terlihat dalam beberapa dekade. Hal itu juga diperparah dengan pengetatan kondisi keuangan di sebagian besar wilayah, konflik Rusia-Ukraina, hingga pandemi COVID-19 yang berkepanjangan sehingga memengaruhi prospek ekonomi ke depan.
BACA JUGA: CEO JPMorgan Prediksi Resesi Akan Terjadi Pertengahan 2023
“Ini adalah profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 kecuali untuk krisis keuangan global dan fase akut pandemi COVID-19 dan mencerminkan perlambatan signifikan bagi ekonomi terbesar,” kata IMF dalam laporannya dikutip dari Xinhua, Kamis (13/10/2022).
IMF memprediksi kontraksi dalam produk domestik bruto (PDB) riil yang berlangsung selama kuartal berturut-turut atau dikenal resesi teknis terlihat selama periode 2022-2023 di sekitar 43% ekonomi. Persentase itu lebih dari sepertiga dari PDB dunia.
BACA JUGA: IMF: Sejumlah Negara Masuk Jurang Resesi Tahun Depan
Dalam laporan itu, IMF menyoroti kebijakan moneter banyak negara dalam mengantisipasi tingginya inflasi. Pasalnya, dengan harga energi dan pangan yang masih tinggi, inflasi akan bertahan lebih lama.
“Risiko kesalahan kalibrasi kebijakan moneter, fiskal atau keuangan telah meningkat tajam pada saat ketidakpastian tinggi dan kerentanan yang meningkat,” kata Pierre-Olivier Gourinchas, kepala ekonom IMF.
Dia menilai kondisi keuangan global dapat memburuk, dan dolar Amerika Serikat (AS) menguat lebih lanjut, jika gejolak di pasar keuangan meledak. Hal ini akan menambah secara signifikan tekanan inflasi dan kerentanan keuangan di seluruh dunia, terutama negara berkembang dan emerging market.
Gourinchas menambahkan inflasi berpotensi persisten, terutama jika pasar tenaga kerja tetap sangat ketat. Selain itu, eskalasi konflik Rusia-Ukraina yang masih berkecamuk dapat memperburuk krisis energi.
Oleh karena itu, IMF berpendapat pengetatan kebijakan moneter yang ketat dan agresif sangat penting untuk menghindari de-anchoring inflasi.
“Kredibilitas bank sentral yang diperoleh dengan susah payah dapat rusak jika mereka salah mengantisipasi inflasi yang tinggi. Ini akan terbukti jauh lebih merusak stabilitas ekonomi makro di masa depan,” kata Gourinchas.