IMF Pangkas Target Pertumbuhan Global, Ekonomi Makin Suram?

marketeers article
IMF. (FOTO: 123rf)

Dana Moneter Internasional (IMF) merilis proyeksi pertumbuhan global terendah untuk jangka menengah dalam lebih dari 30 tahun terakhir. Lembaga yang berbasis di Washington DC itu mengatakan dalam lima tahun ke depan, pertumbuhan global diperkirakan berada di sekitar 3%.

Dilansir dari Reuters, Selasa (11/4/2023), prediksi jangka menengah itu menjadi paling lemah dalam World Economic Outlook IMF sejak tahun 1990.

“Ekonomi dunia saat ini tidak diharapkan kembali dalam jangka menengah ke tingkat pertumbuhan yang berlaku sebelum pandemi,” kata IMF dalam World Economic Outlook terbarunya.

BACA JUGA: ADB Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI 4,8% pada Tahun 2023

Target pertumbuhan yang lebih lemah berasal dari kemajuan yang telah dicapai negara-negara, seperti Cina dan Korea Selatan dalam meningkatkan standar hidup mereka. Di sisi lain, pertumbuhan angkatan kerja global yang lebih lambat dan fragmentasi geopolitik, seperti Brexit dan Invasi Rusia ke Ukraina juga menjadi indikator utama.

Namun, dalam jangka pendek, IMF memperkirakan pertumbuhan global sebesar 2,8% untuk tahun ini dan 3% pada tahun 2024. Target itu sedikit di bawah perkiraan atau turun 0,1% dari laporan IMF pada Januari lalu.

“Pandangan yang lemah mencerminkan kebijakan ketat yang diperlukan untuk menurunkan inflasi, dampak dari memburuknya kondisi keuangan, perang di Ukraina yang sedang berlangsung, dan meningkatnya fragmentasi geoekonomi,” kata IMF dalam laporannya.

BACA JUGA: Barang Konsumsi: Definisi dan Dampaknya bagi Ekonomi Negara

Sementara itu, IMF melihat ekonomi Amerika Serikat (AS) bakal tumbuh 1,6% pada tahun ini dan Zona Euro sebesar 0,8%. Namun, Inggris diproyeksikan mengalami kontraksi ekonomi sebesar 0,3%.

IMF turut memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Cina meningkat 5,2% pada tahun 2023, sedangkan India sebesar 5,9%. Adapun ekonomi Rusia yang menyusut lebih dari 2% pada tahun 2022 diperkirakan tumbuh 0,7% untuk tahun 2023.

“Gejolak ekonomi tahun 2022 tampaknya akan berlanjut ke tahun 2023. Akan tetapi gejolak itu sekarang tumpang tindih dan berinteraksi dengan kekhawatiran stabilitas keuangan yang baru,” ucap IMF.

Gejolak perbankan

IMF mengatakan perkiraaan baseline-nya dapat diasumsikan tekanan sektor keuangan baru-baru ini dapat diatasi. Sejumlah bank diketahui mengalami kebangkrutan pada bulan Maret sehingga menyebabkan volatilitas di seluruh pasar global.

Silvergate Capital, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank semuanya bangkrut dan para regulator mengambil tindakan untuk mencegah potensi perluasan ke bank lainnya. First Republic Bank juga menerima dukungan dari pemberi pinjaman lain, dan di Swiss, otoritas setempat meminta UBS untuk masuk dan mengakuisisi saingannya, Credit Suisse, yang tengah mengalami kesulitan.

Tekanan-tekanan di sektor perbankan telah mereda dalam beberapa pekan terakhir. Namun, hal itu membuat gambaran ekonomi secara keseluruhan menjadi lebih buruk di mata IMF.

“Tekanan sektor keuangan dapat meningkat dan penularannya dapat terjadi, melemahkan ekonomi riil melalui penurunan tajam dalam kondisi pembiayaan dan memaksa bank-bank sentral untuk mempertimbangkan kembali jalur kebijakan mereka,” tutur IMF.

Lembaga ini memperkirakan inflasi umum global akan turun dari 8,7% pada tahun 2022 menjadi 7% untuk tahun 2023. Hal ini seiring turunnya harga energi.

Namun, inflasi inti, yang tidak termasuk komponen makanan dan energi yang volatile diperkirakan membutuhkan waktu lebih lama untuk turun. Dalam kebanyakan kasus, IMF tidak memperkirakan inflasi umum akan kembali ke level targetnya sebelum tahun 2025.

Related