Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan resesi global dapat dihindari jika kebijakan fiskal pemerintah konsisten dengan pengetatan kebijakan moneter. Meski begitu, lembaga internasional itu memastikan ada sejumlah negara yang masuk ke jurang resesi tahun depan.
Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF menuturkan kebijakan moneter dan fiskal harus agresif dan berjalan beriringan karena kondisi krisis menghantam sebagian masyarakat secara dramatis.
“Kami membutuhkan bank sentral untuk bertindak tegas. Mengapa? Karena inflasi sangat tinggi, ini buruk untuk pertumbuhan dan sangat buruk bagi orang miskin. Inflasi adalah pajak bagi orang miskin,” kata Georgieva dikutip dari Reuters, Selasa (4/10/2022).
Dia menambahkan kebijakan fiskal tanpa filter yang jelas, menekan harga energi dan memberikan subsidi bertentangan dengan tujuan aturan moneter.
“Jadi memiliki kebijakan moneter yang menginjak rem dan kebijakan fiskal yang menginjak akselerator,” ujarnya.
Pemerintah di seluruh dunia telah melangkah untuk mendukung populasi mereka di tengah inflasi dan kekurangan pangan yang tinggi dengan mengikuti kenaikan suku bunga Federal Reserve AS. Hal itu praktis memberikan kejutan melalui pasar keuangan dan ekonomi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelumnya memperingatkan konsekuensi serius dari resesi global yang disebabkan oleh kebijakan moneter bagi negara-negara berkembang. Lembaga ini menyerukan strategi baru, termasuk pajak windfall taxes perusahaan.
Georgieva meminta The Fed untuk sangat berhati-hati dalam kebijakannya dan memperhatikan dampaknya ke seluruh dunia. Oleh karena itu, tanggung jawab The Fed dalam menentukan kebijakan sangat tinggi.
IMF melihat pasar tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) masih cukup ketat. Dengan demikian, permintaan masih cukup signifikan untuk barang dan jasa dan The Fed harus melanjutkan pengetatan di sektor tersebut.
“Kami kemungkinan akan melihat pengangguran naik dan itu akan menjadi waktu bagi The Fed untuk melakukan pekerjaannya,” ucapnya.
IMF pada pekan lalu menyetujui pinjaman pangan di bawah instrumen pembiayaan darurat. Hal itu untuk membantu negara-negara rentan mengatasi kekurangan pangan dan biaya tinggi yang berasal dari inflasi yang diperburuk oleh konflik Rusia-Ukraina.
Georgieva menuturkan antara 10 dan 20 negara, kebanyakan dari mereka di Afrika, kemungkinan akan meminta akses pinjaman dan memenuhi syarat untuk menerima dana.