Pariwisata digadang-gadang sebagai sektor yang menjanjikan pada tahun 2020 di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari indeks daya saing pariwisata Indonesia yang naik dua peringkat menjadi ke-40 dari 140 negara pada 2019. Tidak hanya itu, Indonesia juga berhasil meraih 15,81 juta wisatawan asing pada 2019 berdasarkan data Kementerian Pariwisata (sekarang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif).
Positifnya prediksi pertumbuhan sektor pariwisata juga didukung dengan adanya perubahan gaya hidup yang dialami masyarakat. Populasi masyarakat yang kini sebagian besar dikuasai oleh milenial dan gen Z mendorong industri hiburan, plesir, dan berbagai jenis industri yang berhubungan dengan pelepasan penat. Hal ini kemudian membentuk kebiasaan spending baru di masyarakat, yang juga mempengaruhi kebiasaan berpariwisata mereka.
“Indonesia memiliki potensi pariwisata yang besar. Salah satunya karena di sini ada tiga keturunan traveler yang dapat dikembangkan, yaitu millenial nomad dengan peluang inbound sebesar US$ 2 miliar, digital nomad dengan peluang inbound US$ 7 miliar, dan luxurious nomad dengan peluang inbound US$ 23 miliar,” jelas Viko Gara, former VP Commercial of Airy Room dalam acara INA Forum, MarkPlus Conference, Jakarta, Rabu (04/12/2019).
Viko menjelaskan, ketiga breeds ini memiliki ekspektasi tinggi dalam tiap perjalanan yang mereka lakukan. Yang bisa dilakukan adalah bagaimana pelaku industri pariwisata mengidentifikasi ekspektasi tersebut agar tujuan plesir mereka tercapai.
“Identifikasi ini bukan untuk membangun loyalty karena masa depan industri pariwisata sangat tergantung dengan digitalisasi dan harga. Tidak hanya itu, esensi pengalaman juga dibutuhkan untuk membangun industri,” lanjutnya.
Ke depannya, kata Viko, selain harga dan pengalaman, industri pariwisata akan sangat bergantung pada teknologi, salah satunya adalah touchless booking. Artinya, konsumen sektor ini menginginkan proses pemesanan pariwisata seperti hiburan, kamar hotel, tiket, hingga objek pariwisata tanpa perlu datang langsung ke tempat tujuannya.
Hal ini juga yang kemudian membuat berbagai pihak penyelenggara industri harus bersiap dalam revolusi pariwisata yang semakin canggih.
“Di masa depan, kamar hotel harus mengedepankan play and eat, tidak hanya menyediakan kamar seperti sekarang. Superapp harus pintar bermain dalam partnership, dan OTA harus siap membangun koneksi dalam membangun pengalaman end to end,” tutup Viko.
Editor: Eko Adiwaluyo