Indonesia mendorong adanya penghapusan utang bagi negara berkembang dan negara miskin pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presidensi G20 di Bali. Upaya tersebut dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19.
Wempi Saputra, Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan mengatakan akibat adanya wabah utang luar negeri negara berkembang dan miskin terus meroket. Dengan demikian diperlukan adanya kebijakan khusus menangani permasalah tersebut.
BACA JUGA: Jadi Anggota ITF G20, GudangAda Targetkan Peningkatan Literasi Digital
“Akibat pandemi, total utang yang dimiliki negara berkembang dan miskin mencapai US$ 12,9 miliar sejak tahun lalu,” kata Wempi dalam KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022).
Menurutnya, saat ini ada sekitar 48 negara miskin yang sudah mendapatkan keringanan penundaan pembayaran utang. Namun, penundaan bukanlah solusi, sebab utang tersebut masih ada dan harus diselesaikan.
BACA JUGA: Sinar Mas Land Bawa Navya Autonom AV ke Ajang G20
Indonesia sebagai Presidensi G20, menjadi fasilitator bagi negara-negara miskin agar bisa mendapat solusi terhadap pembayaran utangnya. Dalam kegiatan itu, Indonesia memainkan peran aktif sebagai Presidensi G20, memberi dukungan penuh dan sangat intens membawa pesan penyelesaian utang.
Pandemi yang berkepanjangan telah menyebabkan kontraksi perekonomian pada sejumlah negara terutama bagi negara miskin. Tekanan inflasi yang tinggi, perlambatan ekonomi telah menyebabkan Zambia, Chad dan Etopia mengalami kesulitan untuk membayar utangnya.
Tak heran bila pemulihan ekonomi menjadi tersendat. Dengan demikian ketiga negara ini sedang menjalani program penyelesaian utang atau disebut common framework for debt treatment.
Adapun ketiga negara tersebut menjadi proyek percontohan untuk penyelesaian utang bagi negara miskin.
“Bila ini berhasil, maka program ini bisa diberlakukan bagi negara lainnya,’’ ucap Wempi yang juga menjabat sebagai Executive Director World Bank (WB).
Selain masalah utang, Indonesia juga mendorong negara-negara maju untuk membantu pembangunan infrastruktur di negara miskin, misalnya melalui peningkatan kapasitas. Krisis global yang telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian semua negara, semakin menyulitkan negara miskin untuk membangun infrastrukturnya.
Tantangan Indonesia sebagai Presidensi G20, tidaklah mudah di tengah-tengah kondisi dunia yang cukup kompleks. Geopolitik yang berimbas kepada ketidakpastian perekonomian, terjadinya krisis pangan dan energi, hingga sebagian negara miskin tidak mampu membayar kewajibannya.
Editor: Ranto Rajagukguk