Dunia telah berupaya menghadirkan 5G, sebuah jaringan seluler generasi ke-lima yang tentunya lebih cepat ketimbang generasi sebelumnya. Bahkan, smartphone yang mengadopsi teknologi 5G akan diluncurkan pada tahun 2019. Bagaimana dengan Indonesia?
Dalam studi Ericsson Consumer Lab “Towards a 5G consumer future”, telah merilis wawasan khusus tentang pendapat konsumen di Indonesia tentang 5G. Hasilnya, 84% pengguna smartphone di Indonesia justru tertarik dengan layanan 5G, dan 54% di antara mereka bahkan bersedia membayar untuk itu.
Sementara itu, 66% pengguna ponsel pintar di Indonesia menyatakan bahwa mereka akan mengadopsi 5G dalam waktu dua tahun sejak peluncurannya. Mereka memperkirakan sebagian besar layanan 5G akan menjadi arus utama (mainstream) dalam tiga sampai empat tahun setelah peluncuran.
Kemudian, 64% pengguna ponsel pintar di Indonesia berharap untuk tidak perlu lagi membayar setiap gigabyte yang dikonsumsi. Sebaliknya, mereka lebih suka membayar biaya tunggal untuk layanan 5G atau untuk setiap perangkat yang terhubung di jaringan.
Jerry Soper, Presiden Direktur Ericsson Indonesia mengatakan, ada prospek pendapatan yang signifikan bagi operator Indonesia melalui penyebaran 5G. Untuk Indonesia, pada tahun 2026, akan ada peluang tambahan pendapatan sebesar US$ 6 miliar (30%) bagi operator telekomunikasi yang menangani digitalisasi industri dengan teknologi 5G.
“Peluang terbesar untuk pendapatan operator terkait 5G adalah di sektor manufaktur, energi, dan utilitas,” papar dia.
Sejumlah masalah
Indonesia sebenarnya bisa saja segera mengadopsi jaringan 5G kartena teknologinya sudah siap. Namun, justru yang menjnadi persoalan adalah tumpang tindih masalah spektrum jaringan yang ditempati oleh banyak kepentingan.
Jerry bilang, 5G pada dasarnya bisa berjalan di jaringan spektrum maja, mulai dari spektrum rendah seperti 700 MHz, di spektrum tinggi tempat broadband satelit 2,5 GHz hingga 2,6 GHz.
Masalah muncul ketika di spektrum 700 MHz yang memiliki lebar pita 112 MHz ternyata dipakai oleh penyelenggara siaran TV terestrial yang belum beralih ke siaran digital. Sehingga, spektrum itu masih belum dapat dimaksimalkan untuk koneksi mobile broadband.
Sementara di spektrum 2,5 GHz, frekuensi selebar 150 MHz itu kini ditempati oleh penyelenggara TV berbayar Indovision milik grup MNC.
“Pemerintah melalui Kementerian Komunikai & Informatika harus segera mencari solusi dan jalur tengah agar penyerapan 5G cepat terjadi di Indonesia,” ujar dia.
Editor: Sigit Kurniawan