Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Banjarbaru berhasil menemukan inovasi bagi pelaku industri dengan menjadikan arang bambu sebagai komponen baterai. Pengembangan lebih dalam pun diupayakan guna menangkap potensi akan kebutuhan baterai dalam negeri seiring dengan tingginya penggunaan smartphone atau gadget lain.
Potensi pengembangan bahan baku baterai ini seiring pula dengan tingginya penggunaan smartphone atau gadget lain. Merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika, konsumen smartphone di Indonesia pada tahun 2018 akan melampaui 100 juta orang atau menjadi negara pengguna aktif ponsel pintar terbesar ke empat di dunia.
“Jadi, arang bambu sebagai pengganti grafit pada komponen baterai. Bambu yang digunakan adalah bambu betung yang merupakan potensi alam yang ada di Kalimantan Selatan,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara di Jakarta, Selasa (14/08/2018).
Menurut Ngakan, selama ini komponen baterai kering yang umum digunakan berasal dari bahan grafit. Sementara grafit merupakan mineral tambang alam yang bersifat tidak dapat diperbaharui. “Potensi tambang grafit di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera dengan sisa produksi tambang sekitar 2 juta ton atau dengan luasan area 30 hektare,” ungkapnya.
Maka itu, untuk mengurangi konsumsi karbon yang bersumber dari mineral alam, perlu dicari bahan baku yang bersifat lestari, seperti bambu. “Bambu sebagai tanaman yang dapat dibudidayakan yang memiliki waktu tanam sekitar 4-5 tahun. Selain itu, bambu memiliki komponen lignoselulosa tinggi sehingga kadar karbon dan oksigen melebihi 90% dari berat keseluruhan,” ujar Ngakan.
Arang bambu dibuat melalui metode pirolisis, yaitu bambu dikarbonisasi pada suhu 500-600oC dengan menggunakan peralatan khusus. Selanjutnya, arang yang dihasilkan diaktivasi memakai bahan kimia asam dan basa serta diberikan tambahan logam untuk menaikkan kapasitas listriknya. Logam yang digunakan adalah logam seng (Zn) dan nikel (Ni).
“Kemudian, dibuat partikel nano menggunakan high energy mechanic (HEM) berbasis Ball Mill. Karbon yang dihasilkan diuji struktur dan sifatnya menggunakan Pressure Swing Adsorption (PSA), Scanning Electron Microscopy(SEM), X-ray diffraction (XRD), dan konduktivitas,” jelasnya.
Ngakan meyakini, arang bambu akan mempunyai nilai atau kapasitas listrik yang lebih optimal apabila dapat dibentuk partikel ukuran nano. Pada tahap ini, masih dilakukan pengembangan lanjutan. “Daya Hantar Listrik(DHL) paling tinggi diperoleh pada arang bambu betung dengan aktivator KOH dan di-dopping oleh logam Zn dengan nilai DHL 7,02 mS/cm,” imbuhnya.
Pengembangan lebih jauh terhadap penemuan ini dikatakan Ngakan tengah diupayakan. Pasalnya, digitalisasi di Indonesia dengan total penduduk hingga 267 juta orang menjadi oangsa pasar yang begitu besar. “Untuk itu, kita perlu menjadi tuan di negeri sendiri dengan menggunakan produk dan komponen lokal,” papar Ngakan.