Industri 4.0 Dorong Korea Selatan Perkuat SME dan Startup

marketeers article

Implementasi Industri 4.0 yang pertama diinisiasi Jerman mulai diadopsi industri manufaktur negara lain seperti Korea Selatan. Young-Sup Joo, Immediate Past Minister of SMBA Korea di Jakarta, Selasa (05/12/2017) mengatakan, industri 4.0 membawa banyak kemudahan, tak terkecuali bagi pengembangan Small-Medium Enterprise (SME) dan Startup. Lalu, apa saja langkah pemerintah Korea Selatan dalam mengembangkan SME dan startup di negara ginseng itu?

Pergerakan yang terjadi dari Industri 2.0 dan 3.0 menuju industri 4.0 dikatakan Young membawa banyak perubahan. Jika sebelumnya revolusi industri bergerak ke lini mechanisation, electrification, hingga automation yang menggunakan elektronik dan IT, kini industri 4.0 bergerak ke arah networking.

“Pada industri 4.0 ada konektivitas yang lebih besar di bidang manufaktur. Revolusi industri yang terjadi berbasis pada Cyber-Physical Systems yang memungkinkan kemudahan bagi proses produksi tanpa diperlukan dana yang besar. Di era yang kita sebut sebagai new normal era ini, SMEs dan Startup menjadi pusat job creation baru bagi perekonomian,” ungkap Young saat memberi materi pada acara Humane Entrepreneurship Symposium, di Philip Kotler Theatre Class MarkPlus Inc., hari ini (05/12/2-17).

Dalam upaya mengembangkan SMEs dan startup, pemerintah Korea Selatan dikatakan Young telah memiliki master plan untuk meningkatkan global competitiveness mereka. Secara singkat Young menjelaskan, agenda utama mereka dimulai dengan melakukan merger antara SMEs dan Startup.

Pemerintah Korea Selatan dikatakan Young telah membangun benefit sharing schemes meliputi pemberian financing, marketing funding, research and development, dan HRD bagi SMEs dan Startup. “Kami yakin ketika SMEs dan Start-Up berkembang, maka pemerintah akan mendapat lebih banyak pendapatan,” jelas Young.

Bentuk merger antara SMEs dan Startup dikatakan Young merupakan suatu keharusan. Pasalnya, networking menjadi kunci pada industri 4.0.

“Tanpa ada kolaborasi bisnis dengan global platform company, maka akan timbul banyak permasalahan. Networking, organizising, dan grouping antara Startup dan SMEs dibutuhkan untuk melindungi Scale Merits,” ungkap Young. Ekosistem bisnis yang bersifat sharing economy dikatakan Young membutuhkan kolaborasi. Melalui networking, perusahaan dapat memperoleh lebih banyak demand.

Selain kolaborasi, pemerintah Korea dikatakan Young juga serius mengembangkan teknologi dan model bisnis yang berbasis pada human center.

Dari sisi teknologi, Young mengungkapkan core bisnis di industri 4.0 terletak di sisi teknologi. Untuk menghadapi industry 4.0, SMEs dan Startup di Korea dibekali dengan memperkuat R&D di bidang teknologi meliputi Cyber Based Tech (IoT, Artificial Intelligence, Big Data, dan Cyber Security), Physical Based Tech (Smart Sensor, Robotics, 3D printing, AR/VR MR), dan Platform Technology (5G, Cloud Computing , CPS, HMI UI/UX, Energy system).

Namun bagi Korea, sekadar mengedepankan permasalahan teknis saja tidak cukup. Saat ini, dibutuhkan Humane Entrepreneurship dalam mengembangkan bisnis.

“Di Korea, kami sudah mulai melakukan perubahan kultur tradisional diperusahaan untuk menjadi lebih modern. Kami tidak lagi melihat employee as cost, melainkan employee sebagai aset dan investasi. Dari yang sebelumnya cenderung memiliki hubungan yang vertikal, kami mengubah menjadi horizontal (sejajar) antarsetiap kedudukan untuk mendorong kolaborasi di dalam perusahaan,” jelas Young.

Mengedepankan human centered entrepreneurship dikatakan Young adalah hal terpenting karena employee adalah aset perusahaan. Jadi, tidak hanya inovasi teknologi, SMEs dan startup di Korea pun mulai diarahkan ke dalam human enterprise.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related