Industri Alat Kesehatan Seperti Ditinju Kanan-Kiri

marketeers article
Kemenperin Pastikan Produk Alkes RI Siap Masuk Pasar Global. (FOTO: 123rf)

Dollar yang berjaya terhadap rupiah tentunya memukul industri alat kesehatan (alkes). Pasalnya, menurut Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, persentase alkes impor mencapai 92%. Di sisi lain, terjadi ketidakseimbangan koefisensi harga pada sistem e-katalog di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Ketua Umum Gakeslab, H. Sugihadi mengatakan, selama ini asosiasi menjual produk alkes kepada dua entitas bisnis. Pertama, fasilitas kesehatan yang dikelola swasta. Kedua, faskes milik pemerintah pusat dan daerah.

Untuk transaksi yang dilakukan oleh faskes swasta, depresiasi rupiah yang terjadi saat ini bisa dilakukan penyesuaian mengikuti dinamika dollar. Artinya, masih ada kesempatan pelaku usaha untuk menaikkan harga jual.

Namun berbeda dengan deal yang dilakukan kepada faskes milik pemerintah. Selain produk yang dijualbelikan harus sesuai dengan yang tertera di sistem pembujetan daring e-katalog. Harga pun harus sesuai dengan yang disepakati saat itu. Adapun e-katalog dikelola oleh LKPP.

“Jika kami memgimpor alkes saat dollar masih Rp 13.000, maka ketika membeli alkes yang sama pada saat ini dengan dollar di atas Rp 15.000, harga jualnya harus sesuai kesepakatan awal yang ada di e-katalog,” ujar dia saat ditemui di Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Selasa, (16/10/2018).

Ia merasa sebaiknya perlu ada negosiasi ketika dollar sudah menyentuh level di atas Rp 15.000. Pasalnya, pelaku usaha mengimpor produk dalam dollar, namun menjualnya dalam rupiah. Apalagi, margin laba produk alkes berkisar 10%-30%.

Sekjen Gakeslab Indonesia Randy Teguh berkomentar, karena sebagian besar produk alkes masih impor, lemahnya rupiah membuat pelaku usaha serasa dipukul kanan kiri. “Bukan hanya soal harga, prosedur di LKPP butuh perbaikan, khususnya terkait dengan proses input dan pengadaan barang,” tegas dia.

Harga Rendah

Pelaku industri alkes saat ini juga dihadapkan pada tekanan harga jual hingga di bawah harga pokok penjualan (HPP) atau Cost of Goods Sold (COGS). Saat ini, sejumlah alkes impor yang masuk dalam daftar e-katalog ditawar secara beragam oleh LKPP di bawah harga wajar HPP.

Selain itu, belum semua produk alkes tercantum di e-katalog. Berdasarkan data Gakeslab, dari 250.000 nomor izin produk alkes yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, baru sebanyak 16.667 nomor izin edar produk alkes yang terdaftar di e-katalog.

Artinya, masih banyak produk alkes yang belum masuk e-katalog. “Sehingga, untuk produk yang belum masuk e-katalog, kami harus tender biasa jika ada faskes pemerintah yang membutuhkan,” ujar dia.

Gakeslab merangkul 411 perusahaan pemegang Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) yang tugasnya melakukan impor dan distribusi produk alkes dalam upaya menyediakan layanan kesehatan bermutu bagi seluruh masyarakat. Hanya saja, baru seperti anggota Gakeslab yang perusahaannya terdaftar dalam e-katalog.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related