Industri baja di Indonesia semakin memperkuat struktur manufakturnya, karena tidak hanya memasok untuk sektor konstruksi, tetapi kini telah mampu memenuhi kebutuhan sektor otomotif. Langkah ini diyakini dapat mendorong industri baja domestik menjadi sektor yang diperhitungkan di kancah dunia melalui kemampuan teknologi dan kualitas produknya yang bersaing.
“Sebagian besar produsen kendaraan di Indonesia telah memakai baja dan komponen lokal. Hal ini juga memacu pengoptimalan terhadap tingkat kandungan dalam negeri (TKDN),” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Harjanto pada Peresmian Pabrik Galvanizing, Annealing and Processing Line (GAPL) PT Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS) di Cilegon, Banten.
Menurut Harjanto, produk baja yang cukup banyak digunakan di sektor otomotif adalah jenis Hot Rolled Steel Coil (HRC), Cold Rolled Steel Coil (CRC), dan Galvanized Steel. Untuk itu, dengan beroperasinya pabrik PT KNSS yang akan memproduksi CRC dan Galvanized Steel dengan kapasitas sebesar 480.000 ton per tahun, diharapkan terus mengurangi produk impor serupa.
“Jadi, adanya pabrik ini akan memberikan keuntungan dan dampak positif bagi perekonomian nasional melalui penghematan devisa dari substitusi impor, peningkatan pendapatan pajak, serta penggunaan bahan baku dan tenaga kerja lokal. Selain itu, mendorong pembangunan dan penguatan industri hilir di dalam negeri,” paparnya.
Nilai investasi PT KNSS mencapai US$300 juta dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 280 orang. Kemenperin memberikan apresiasi atas kerja sama antara PT Krakatau Steel dengan Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation, yang telah terjalin sejak 2012 atau enam tahun lalu.
Kemenperin telah memiliki program dan kebijakan strategis dalam peningkatan daya saing industri baja domestik. Upaya yang dilakukan, di antaranya implementasi industri 4.0 agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Langkah ini juga menjadi kunci mendongkrak nilai tambah dan industri hilir yang berteknologi tinggi untuk kompetitif di global.
Selanjutnya, menyediakan pendidikan dan pelatihan yang link and match dengan dunia industri saat ini. “Kami juga menerapkan persyaratan konten lokal dalam proyek infrastruktur serta mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk baja,” ungkap Harjanto. Saat ini, terdapat 28 SNI wajib untuk produk baja dalam rangka meningkatkan kualitas dan keamanan di industri baja domestik.