Disabilitas tidak menghalangi orang untuk melakukan karya. Termasuk karya-karya yang terkait di dunia pariwisata. Sebab itu, sebagai bagian dari pemberdayaan mereka, pemerintah mendorong agar para pelaku pariwisata tidak segan-segan melibatkan mereka untuk bekekerja. Salah satunya yang terjadi di Sumatera Selatan.
Industri Pariwisata di Sumatera Selatan (Sumsel) diminta untuk memberi peluang bagi pekerja penyandang disabilitas untuk bisa ikut bekerja di sektor pariwisata.
Direktur Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Palembang Zulkifli Harahap saat Focus Group Discussion (FGD) Pemberdayaan Penyandang Disabilitas di Kampus Poltekpar Palembang, Kamis (9/5/2019) mengatakan sudah saatnya penyandang disabilitas mendapat kesempatan yang sama untuk bekerja di sektor pariwisata Sumsel.
“Poltekpar Palembang berkomitmen agar hal semacam ini disegerakan. Kami ingin ajak semua industri kepariwisataan berkomitmen, ayo bersama-sama membuka peluang bagi penyandang disabilitas,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan resmi Kemenpar.
Zulkifli menjelaskan, program untuk membuka kesempatan bekerja bagi pekerja penyandang disabilitas pernah ia jalankan saat di STP Bandung. Mereka mendapat pelatihan beberapa pekan oleh industri kepariwisataan seperti hotel, katering, dan laundry yang difasilitasi pihak kampus.
“Mereka tidak ingin dikasihani, tapi sebenarnya ingin berdiri di atas kaki mereka sendiri lewat usaha atau bekerja. Untuk ke arah sana harus ada peluang dari para industri dulu,” katanya.
Setelah mendapat pelatihan keterampilan, pekerja penyandang disabilitas mengetahui kemampuan yang akan ia kembangkan saat diterima magang. Dari pelatihan itu pula industri kepariwisataan bisa mengetahui calon pegawai yang akan mereka rekrut.
Pada kesempatan yang sama Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Wilayah Sumsel Hikma Meliana, mengapresisasi langkah yang dilakukan Poltekpar Palembang. Menurutnya, hal yang dilakukan pihak kampus merupakan perwujudan amanat Undang Undang Nomor 8 tahun 2016.
“Ada 700-an orang penyandang disabilitas di Sumsel yang terdata. Baik skala ringan, sedang, dan berat. Tapi semuanya kesulitan mendapat kerja hanya karena kekurangan secara fisik, apalagi untuk sektor kepariwisataan. Sudah kirim lamaran, pas dipanggil wawancara langsung ditolak karena ada cacat fisik,” kata Hikma.
Dirinya berharap terbukanya peluang bagi penyandang disabilitas di sektor kepariwisataan bukan sekadar wacana. Ia juga mendesak peran pemerintah daerah untuk mendukung program tersebut.
“Pemerintah harus mendukung, sebab yang semacam ini apabila sukses bisa jadi indikator keberhasilan pembangunan daerah,” katanya.