Industri Penerbangan Berpotensi Kehilangan Lima Peak Season Tahun Ini
Mobilitas menjadi hal penting dalam industri transportasi. Namun, mobilitas dari transportasi kemudian terhambat dalam beberapa waktu terakhir karena hadirnya wabah COVID-19. Salah satu yang mengalami dampak besar adalah penerbangan.
Pada periode Maret hingga Mei, sejumlah maskapai di seluruh dunia bahkan sampai harus mengalami kebangkrutan karena penurunan penumpang. Hal tersebut diperkirakan masih terus bertambah jika pandemi tidak kunjung mereda. Tidak dipungkiri industri penerbangan di dalam negeri juga merasakan dampak serupa.
Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meskipun dampak yang diterima cukup terlambat. Namun, pandemi ini sudah membuat Garuda Indonesia kehilangan empat dari lima peak season yaitu mudik, libur sekolah, umroh, dan haji.
“Indonesia masuk dalam negara yang terdampak COVID-19 paling akhir. Dan ketika kasus pertama diumumkan, di sana penurunan penumpang secara drastis mulai dirasakan. Jumlah penumpang year-on-year kami turun hingga 90%,” ujar Irfan pada acara Industry Roundtable: Surviving The Covid 19 Preparing The Post, Transportation Industry Perspective, Jumat (19/06/2020).
Pertama, penurunan di masa yang seharusnya diramaikan dengan pemudik jelas memengaruhi Garuda Indonesia dan maskapai lainnya. Pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini, Garuda Indonesia tercatat melayani 33 penerbangan secara keseluruhan baik domestik maupun internasional. Jumlah tersebut jauh dari tahun sebelumnya di hari yang sama yaitu sekitar 350 penerbangan.
Kedua, momentum libur sekolah di sekitar Juni dan Juli. Pemesanan tiket terpaksa dibatalkan. Terlbih lagi setelah Indonesia menerapkan kebijakan Work From Home (WFH) dan School From Home.
Ketiga, umroh. Kesempatan untuk mendapatkan banyak penumpang harus lepas karena Arab Saudi menutup jalur umroh. Padahal dari tahun ke tahun, Garuda Indonesia menerbangkan hampir 400 ribu sampai 500 ribu jamaah ke Tanah Suci.
Keempat, haji. Garuda Indonesia mengirimkan sekitar 110 ribu jamaah setiap tahunnya. Ada belasan penerbangan dalam satu dari di periode tersebut hanya untuk membawa penumpang ke Arab Saudi. Namun, operasional masif tersebut harus hilang karena sejumlah kebijakan untuk mencegah penyebaran COVID-19.
“Kini peak season yang bisa diharapkan hanya akhir tahun. Itu pun masih terancam hilang karena masyarakat diperkirakan baru merasa nyaman untuk kembali terbang 3-6 bulan ke depan. Penurunan 90% penumpang membuat 70% pesawat kami grounded dan pada akhirnya berdampak pada cash flow kami,” tutur Irfan.
Dalam beberapa waktu terakhir beredar isu mengenai dana talangan yang akan diberikan kepada Garuda Indonesia senilai Rp 8,5 triliun dari pemerintah. Irfan mengungkapkan bahwa hingga kini prosesnya masih berlangsung dan pemberian dana talangan ini menjadi suatu hal yang biasa terlebih di tengah situasi seperti ini.
“Hampir di seluruh dunia, pemerintah terlibat dalam permasalahan penerbangan karena pandemi. Pasalnya, penerbangan dapat dikatakan sebagai base dari whole economy structure di hampir setiap negara,” pungkas Irfan.
Editor: Ramadhan Triwijanarko