Influencer Marketing Lebih Penting dari Brand Ambassador?

marketeers article
8680750 young adult man holding an hd camcorder isolated on white background

Konsumen saat ini sudah sangat aktif dalam platform social media. Dalam rangka mengikuti tren, brand memang diharuskan untuk membangun image mereka pada dunia digital, terlebih lagi pada platform yang langsung berinteraksi dengan konsumen. Untuk mendekatkan diri pada target pasar yang lebih spesifik, penggunaan influencer marketing atau juga dikenal sebagai KOL (Key Opinion Leader) kian marak untuk mempromosikan brand terkini.

Berdasarkan report dari Allison+Partners Asia Influence Impact, November 2017, sebanyak 95% para netizen yang sangat antusias dengan brand tertentu ternyata mengikuti para KOL atau influencer marketing terkait dalam jejaring sosial mereka. Data ini menunjukan bahwa penggunaan KOL dapat lebih efektif mencapai target yang spesifik dibandingkan dengan penggunaan iklan konvensional seperti TVC maupun billboard. Hasilnya, saat ini para brand harus benar- benar selektif dalam memilih influencer mereka.

Sebagian dari kita masih melihat bagaimana populernya figur–figur yang terampang di berbagai billboard maupun iklan televisi. Pada masa itu, kita melihat bahwa brand ambassador merupakan satu-satunya figur yang melekat pada brand. Namun, dengan perkembangan digital yang memudahkan netizen untuk berinteraksi langsung dengan brand, bentuk periklanan konvensional seperti itu dirasa kurang efektif dalam menyentuh lapisan masyarakat secara langsung.

Pada akhirnya, sejumlah influecer marketing, seperti artis Instagram dan vlogger – sebutan bagi mereka yang sukses menarik perhatian publik di platform digital kian menjadi pilihan brand untuk menjadi medium pemasaran mereka.

Penggunaan brand ambassador tidak lagi begitu signifikan, dikarenakan sejumlah keterbatasan yang dimunculkan oleh para artis dengan penggemar mereka. Pada akhirnya, peluang ini digunakan oleh influencer marketing dalam meraup keuntungan. Influencer marketing dipercaya dapat lebih engage terhadap netizen dalam menyampaikan pesan yang lebih dapat diterima oleh publik.

Menurut Sebastian Erasmus, Global CEO Leverate Media Group, saat ini dibutuhkan integrasi yang tepat berbasiskan data yang akurat dalam memilih medium periklanan online dan offline.

“Media agensi harus mampu menyajikan marketing experience yang 360° bagi konsumen, juga mengedepankan segi efisiensi dan efektivitas dalam menjalankan strategi campaign agar mencapai target pasar yang tepat sasaran,” ujar Sebastian menambahkan.

Masuknya Leverate Media ke pasar Asia Pasifik semenjak dua tahun lalu, merebut perhatian sejumlah brand besar nasional hingga internasional. Saat ini Leverate tengah melancarkan campaign bersama sejumlah influencer marketing dengan produk audio visual Panasonic Indonesia. Campaign bersama influencer marketing ini berkaitan dengan peluncuran teknologi TV terbaru Panasonic yakni hexachroma.

“Kami percaya TV merupakan salah satu medium yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Karena itu dalam rangka meluncurkan teknologi terbaru hexachroma, Panasonic dan Leverate berusaha menyentuh audiens melalui pendekatan keseharian para influencer marketing terpilih,” jelas Erwin Lim, Assistant General Manager Home Appliances and Home Electronic PT Panasonic Gobel Indonesia.

Sebastian menambahkan bahwa banyak dari sejumlah marketing influencer tidak ingin ‘diatur-atur’ dalam mempromosikan brand tertentu. Dan brand harust menghargai kreativitas mereka dalam membangun branding image mereka sekaligus menyebarluaskan brand yang mereka afiliasikan.

“Kami selalu mendorong mereka untuk mengembangkan kreativitas berdasarkan jati diri mereka. Dan cenderung membantu mereka dalam membangun ide dan konten kreatif, baik dalam hashtag dan konten keseharian mereka mereka, namun bukan dengan memberikan draft tertentu yang harus mereka tayangkan,” tambahnya.

Sebastian meyakini bahwa konsumen saat ini semakin tidak nyaman dengan strategi pemasaran yang terlihat ‘memaksa’. Setiap influencer memiliki pendekatan yang berbeda pada aktivitas digital mereka, sehingga menentukan bagaimana harus mempromosikan sesuatu harus berdasarkan style mereka sendiri.

Editor: Sigit Kurniawan

Related