Apakah sedang mencari lahan investasi untuk memutarkan uang “nganggur” milik Anda? Mungkin lahan perkebunan seperti kebun paprika bisa menjadi salah satu pilihan. Buah yang berasal dari daratan Amerika Selatan ini, kini sudah banyak ditanam di negara tropik dan subtropik seperti Indonesia.
Bukan sekadar sebagai tanaman budidaya, paprika kini sudah menjadi komoditas agribisnis karena potensinya yang cukup baik. Bahkan, paprika telah menyelamatkan perekonomian di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.
“Sejak tahun 94-an kami para petani di Desa Pasirlangu belajar membudidayakan tanaman paprika dan menanamnya secara meluas pada tahun 1996. Tanaman paprika umumnya tumbuh di dataran tinggi, dengan ketinggian sekitar 1000 mdpl. Kami menanamnya dalam sebuah greenhouse guna menjaga tingkat kelembabannya dan menjaga tanaman dari sorotan sinar matahari langsung,” jelas Sutardi, salah satu penggagas budidaya paprika di Desa Pasirlangu beberapa waktu lalu ketika ditemui Marketeers di kebunnya.
Sebagian besar petani paprika Desa Pasirlangu membudidayakan paprika secara hidroponik dalam greenhouse dengan menggunakan media tanam arang sekam atau tanah. Teknik budidaya paprika secara hidroponik meliputi persiapan lahan dan greenhouse, persemaian dan pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan perlakuan paska panen.
Pemanenan dibagi menjadi dua, yaitu panen buah matang hijau dan panen buah matang berwarna. Prosesnya tergantung permintaan. Setiap satu pohon paprika dapat menghasilkan 2 sampai 3 Kg. Dalam satu periode tanam sekitar 100 hari dapat dilakukan beberapa kali pemanenan. Dalam menyiapkan greenhouse, seorang pengembangnya harus menyiapkan kocek sekitar Rp 6000 untuk per meter perseginya. Untuk satu hektar lahan, kira-kira membutuhkan dana sekitar Rp 1,5 miliar.
“Untuk bibitnya, kami mengimpor dari Belanda dengan harga Rp 2500 per benih. Dari 100% benih yang ditanam, tidak semuanya yang berhasil. Sekitar 90% yang bisa dipanen dengan baik. Hal ini disebabkan oleh gangguan hama. Semakin lama lahan tersebut sudah ditanami dengan paprika, maka hamanya pun semakin kuat,” lanjut Sutardi.
Untuk itu, Sutardi menyarankan untuk menanam paprika di lahan yang terbilang baru. Keuntungannya, petani di Pasirlangu yang menjual paprika di pasar lokal bisa mendapatkan keuntungan 50% sampai 60% dari biaya yang mereka keluarkan untuk menanam. “Untuk 100 Kg paprika, kami biasa menerima sekitar Rp 5 jutaan. Harga paprika yang diberikan tergantung dari warna buah tersebut. Di pasar lokal, 60% meminta untuk paprika hijau. Sisanya, meminta paprika merah dan oranye,” jelas pria pemilik tiga orang anak ini.
Bagaimana dengan pasar ekspor? Paprika Pasirlangu dengan kualitasnya mampu menembus pasar Singapura dan Taiwan. Namun, hama yang semakin kuat menjadi kendala. Pasalnya, pasar ekspor menuntut tingkat residu bahan kimia yang minim. Hal tersebut terhitung kurang menguntungkan karena produktivitas lahan menjadi berkurang akibat hama. Apakah Anda tertarik untuk investasi?
Editor: Eko Adiwaluyo