Properti di kawasan potensial dan menguntungkan pasti jadi rebutan. Harga hunian pun begitu mahal dan sulit ditawar. Tak heran, istilah “Senin harga naik” sering dikumandangkan para pemasar properti untuk menggambarkan minat konsumen yang tinggi terhadap hunian di kawasan tersebut.
Bagi konsumen yang masuk kategori first time buyer alias pembeli properti pertama kali, perubahan harga bisa jadi menyesakkan. Mereka mungkin tengah mempersiapkan bujet, tetapi nilainya berubah saat mereka kembali tiga atau empat bulan kemudian.
“Sewaktu berkunjung ke salah satu perumahan di Depok sebelum bulan puasa, harga rumah minimalis yang saya idamkan masih dibandrol Rp 300 jutaan. Tapi setelah kembali lagi pada akhir November kemarin ternyata harganya sudah melonjak jadi Rp 330 Juta. Alasan pengembang, karena sisa unit tinggal sedikit,” terang Rahayu Iswanto, ibu rumah tangga yang sedang mencari rumah baru seperti yang disampaikan dalam keterangan resmi Rumah.com, Selasa (27/12/2016).
Melihat kondisi ini, Sales Manager Kebagusan Terrace Stephanie Cassandra menyebut sejumlah faktor yang mendorong pengembang melakukan koreksi harga secara cepat.
“Umumnya, pengembang melakukan perubahan harga di awal dan pertengahan tahun. Namun, kadang perubahan nilai jual juga bersifat situasional. Jika pasar sedang oke, developer menaikkan harga. Tetapi jika sedang lesu, developer tidak melakukan itu,” papar Stephanie.
Faktor lain yang menyebabkan pengembang harus menyesuaikan harga adalah perubahan nominal PBB berikut NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). “Bila harga tanah berubah, harga jual juga pasti berubah. Kenapa naik di awal tahun? Ini biasanya karena dasar pengenaan PBB sudah terbit di Februari,” terang Stephanie.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta bahan baku bangunan juga mempengaruhi strategi developer. Stephanie melihat itu seperti alur otomatis. Setiap ada koreksi harga BBM atau material bangunan, mau tidak mau harga jual properti ikut naik mengingat keduanya masuk perencanaan biaya produksi.
Menurut Wasudewan, Country Manager Rumah.com, kenaikan harga properti di Indonesia umumnya disebabkan kenaikan harga bangunan dan upah pekerja. “Mengacu pada data Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, sepanjang kuartal tiga tahun 2016, properti di Surabaya mengalami peningkatan harga tertinggi. Sementara perumahan di Denpasar, Palembang dan Pontianak mengalami penurunan,” ujar Wasudewan, Country Manager Rumah.com.
Strategi Pengembang
Pada kondisi tertentu, developer bisa saja terkesan tidak memberi pilihan banyak kepada Anda. “Jika stok tinggal sedikit dan permintaan banyak, biasanya pengembang tidak menaikkan harga, dan tidak memberi diskon sama sekali. Ini bisa jadi kesempatan bagi developer untuk mengatakan kepada konsumen potensial ‘take it or leave it’,” ujar Stephanie. Meski demikian, imbuh Stephanie, secara umum developer melakukan tiga kali koreksi harga dalam satu tahun dengan persentase antara 5-7%.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh pencari properti untuk mendapatkan harga terbaik? Ia menyarankan agar Anda mencari properti yang baru melalukan peluncuran atau masih dalam tahap pembangunan.
“Selain harganya jauh lebih rendah, pengembang biasanya juga kerap mengiming-imingi diskon saat peluncuran. Kelemahannya, konsumen tidak bisa mengetahui dengan pasti hasil jadi dari properti tersebut. Kedua, ada kekhawatiran kemunduran jadwal pembangunan,” tandasya.
Editor: Sigit Kurniawan